Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik di Timur Tengah yang menyeret Amerika Serikat (AS), Israel dan Iran berpotensi mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia secara signifikan. Pasalnya, jika rencana penutupan Selat Hormuz akan dilakukan, ini menganggu jalur pelayaran yang dilalui sekitar 20% minyak global.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro Wahyu Widodo menjelaskan kenaikan harga minyak mentah tentu dapat mendisrupsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Di satu sisi, penerimaan akan meningkat, akan tetapi subsidi juga membengkak.
"Kenaikan harga minyak ini given sifatnya, karena memang di luar kontrol pemerintah. Jika kenaikannya tidak melewati 82 dolar/barel asumsi APBN, dari sisi anggaran masih aman," ujar Wahyu kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).
Kendati demikian, Wahyu menilai pemerintah justru harus mengantisipasi rambatan dari kenaikan harga minyak ke inflasi. Karena dapat meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya beli masyarakat.
Dalam jangka pendek, pemerintah disarankan untuk mengoptimalisasi APBN sebagai instrumen untuk meredam guncangan ekonomi.
"Yang bisa dilakukan pemerintah adalah optimalisasi anggaran sebagai shock absorber, seperti halnya ketika terjadi shock ekonomi yang lain," ujarnya.
Selain itu, pemerintah pun harus melakukan reposisi anggaran untuk mitigasi dampak kenaikan harga energi pada sektor produktif dan penurunan daya beli masyarakat.
"Dalam jangka menengah-panjang sebenarnya perlu restrukturisasi anggaran terutama subsidi energi yang sensitif terhadap gejolak harga minyak," ujarnya.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai secara geopolitik pemerintah harus ikut diplomasi internasional melalui bilateral ke Iran ataupun melalui multilateral di PBB untuk mendekati Iran agar tidak melakukan penutupan Selat Hormuz.
Jika nanti Iran akan secara resmi menutup Selat Hormuz, Ronny menilai Indonesia harus siap dengan kenaikan harga minyak yang mempengaruhi harga impor BBM yang juga naik. Maka dari itu, pemerintah perlu menambah fiskal untuk subsidi BBM.
"Sehingga harga BBM yang jauh melebihi ICP itu, Indonesian Crude Oil di APBN itu, akan memaksa pemerintah untuk menambah fiskal untuk subsidi BBM, dan ini akan memberatkan fiskal pemerintah," ujar Ronny kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).
Dia pun menilai pemerintah juga harus bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah keluarnya modal asing.
"Bagaimana caranya agar kenaikan harga minyak, lalu yang menyebabkan naik dolar ini tidak membuat capital outflow yang terlalu tinggi, jadi pemerintah tetap bisa meminta Bank Indonesia untuk melakukan intervensi di pasar sekunder, untuk menahan agar tidak terjadi capital outflow," ujarnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Konflik Iran-Israel Meledak, Awas Perang Meluas!