Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang PHK makin sering terdengar di berbagai belahan dunia. Ketidakpastian ekonomi dan pengembangan teknologi otomatisasi berbasis kecerdasan buatan (AI) menjadi pemicu maraknya pengangguran di mana-mana.
Beberapa saat lalu, AI milik Google digadang-gadang mengancam eksistensi industri media. Pasalnya, pengguna bisa mendapatkan rangkuman informasi lengkap yang dirangkai AI dari portal berita melalui fitur 'AI Overviews' di Google Search.
Hal ini memang memudahkan pencarian informasi, tetapi pada saat bersamaan menghantam trafik ke portal berita. Alhasil, sumber pendapatan organisasi media terancam karena fungsinya direduksi oleh AI.
Selain AI Overviews, layanan chatbot AI seperti ChatGPT, Copilot, Gemini AI, dkk, yang makin canggih juga berdampak pada kerja-kerja jurnalistik.
Laporan Wall Street Journal yang dikutip dari TechCrunch, Selasa (24/6/2025), mengatakan AI Overviews menghantam trafik ke portal berita yang memuat panduan liburan, kiat kesehatan, dan ulasan mengenai sebuah produk.
Salah satu contohnya, The New York Times yang mengalami penurunan trafik baik ke situs desktop dan seluler. Catatan Similarweb menunjukkan pada bulan April trafiknya hanya 36,5%, turun dari 44% tiga tahun lalu.
Di sisi lain, Google mengatakan fitur Overviews telah meningkatkan trafik pencarian.
Masalah ini memang disadari betul oleh para penerbit. Bahkan dua perusahaan besar seperti The Atlantic dan The Washington Post mengatakan perlu mengubah model bisnis untuk menghindari ancaman pada industri jurnalistik.
Beberapa penerbit juga akhirnya melakukan kesepakatan berbagi konten dengan perusahaan AI. Cara ini dilakukan untuk mereka bisa mendapatkan tambahan pendapatan.
Salah satunya The Times yang bekerja sama dengan Amazon. Kolaborasi itu untuk lisensi konten editorial yang digunakan melatih platform AI milik raksasa teknologi.
Sementara itu OpenAI bekerja sama dengan sejumlah penerbit termasuk The Atlantic. Startup AI Perplexity berencana membagi pendapatan iklan dengan para penerbit iklan saat chatbotnya menampilkan konten dari perusahaan tersebut.
Pekerjaan Rawan PHK Gara-gara AI
Beberapa tahun ke depan revolusi teknologi AI diramal akan makin masif dan berdampak pada berbagai pekerjaan manusia. Dalam laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) berjudul Future of Work, pada 2023 hingga 2027 diprediksi sekitar 83 juta lapangan kerja berisiko hilang.
Riset dalam laporan yang sama mencatat 23% tenaga kerja seluruh bidang bakal berubah total dalam 5 tahun. Itu berarti bakal ada profesi yang musnah tapi profesi baru banyak yang muncul.
Industri yang bakal berubah dalam rentang waktu tersebut antara lain media, hiburan dan olah raga. Diperkirakan sekitar 32% pekerjaan dari industri tersebut akan lenyap atau menghadirkan profesi baru.
Selain itu sejumlah bidang juga akan mengalami pergeseran drastis. Yakni mulai dari bidang pemerintahan, komunikasi digital dan teknologi informasi, real estat, layanan keuangan, serta transportasi dan rantai pasok.
WEF merilis 15 daftar pekerjaan yang akan hilang dalam rentang 2023-2027. Berikut daftarnya:
• Teller bank
• Petugas pos
• Kasir dan loket
• Data entry
• Sekretaris dan administrasi
• Staf pencatat stok (stock-keeping)
• Staf akuntansi, pembukuan, dan payroll
• Legislator dan pejabat pemerintahan
• Staf statistik, asuransi, dan keuangan
• Sales door-to-door, pedagang kaki lima, dan penjual koran
• Satpam
• Manajer kredit dan pinjaman
• Penyelidik dan pemeriksa klaim
• Penguji software
• Relationship manager
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masa Depan Suram, Ancaman PHK Massal Menghantui