6 Saham Ini Dapat Durian Runtuh dari Danantara

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) mulai menunjukkan pergerakannya untuk investasi di beberapa perusahaan yang terlihat proyek strategis nasional (PSN).

Terbaru Danantara melalui PT Danantara Asset Management (Persero) memberikan pinjaman dana kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk mendukung transformasi pengelolaan portofolio strategis.

Dan baru saja Danantara juga akan bekerja sama terkait pengembangan energi panas bumi 3 GW dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).

Sebelumnya, Danantara bersama dan Indonesia Investment Authority (INA) menandatangani MoU dengan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA).

Tak hanya itu, Danantara diketahui akan memberikan kucuran dana investasi ke beberapa perusahaan BUMN. Apa saja? Mari kita ulas satu per satu :

Garuda Indonesia (GIAA)

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) melalui PT Danantara Asset Management (Persero) memberikan pinjaman dana kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) untuk mendukung transformasi pengelolaan portofolio strategis.

Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani mengatakan dukungan transformasi komprehensif ini mencakup optimalisasi bisnis, pendanaan jangka panjang, seta pendampingan menyeluruh berbasis tata kelola dan restrukturisasi penyehatan kinerja senilai US$ 405 juta atau setara dengan Rp 6.650.505.000.000.

Melalui sinergi ini, pendanaan tersebut untuk mendanai kebutuhan maintenance, repair and overhaul (MRO), yang merupakan bagian dari total dukungan pendanaan bernilai sekitar US$ 1 miliar.

Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional dan kualitas layanan Garuda Indonesia dan Citilink, bersamaan dengan persiapan fondasi transformasi jangka panjang kedua belah pihak.

Suntikan ini diharapkan memberikan dampak positif terhadap pemulihan kinerja, kepercayaan pasar, dan daya saing Garuda Indonesia secara menyeluruh, termasuk melalui integrasi teknologi untuk mendorong efisiensi dan produktivitas operasional.

Selanjutnya, dukungan pembiayaan tersebut akan diikuti oleh berbagai langkah yang berfokus pada optimalisasi kinerja operasional dan keuangan guna mendukung transformasi bisnis jangka panjang menjadi maskapai penerbangan yang berkelanjutan.

Di tengah tren pemulihan trafik udara di Asia dan Pasifik yang masih berlangsung, proyeksi pertumbuhan trafik udara di Indonesia akan mencapai rata-rata 8% selama 4 tahun ke depan.

Pertumbuhan ini menjadi landasan bagi Garuda Indonesia Group untuk segera memperkuat posisi sebagai player di transportasi udara, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.

Diproyeksikan Garuda Indonesia akan mengoperasikan total sekitar 120 pesawat hingga lima tahun ke depan. Dengan kemitraan bersama Danantara akan mendorong percepatan akselerasi kinerja Garuda Indonesia sebagai nasional flag carrier yang kuat dan berdaya saing tinggi.

Suntikan dana dari Danantara tentu akan mendorong performa operasional dan kinerja keuangan Garuda Indonesia ke depan.

Pertamina Geothermal (PGEO)

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan bekerja sama terkait pengembangan energi panas bumi 3 GW dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).

CEO BPI Danantara Rosan Roeslani mengatakan kerja sama tersebut akan berfokus pada proyek-proyek prioritas agar dapat segera masuk pipeline eksekusi investasi.

Hal ini merupakan langkah penting dalam mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan. Rosan menyebut, apalagi, saat ini Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 juga menjadi fokus utama khususnya dalam kerangka integrasi proyek-proyek geothermal.

Kolaborasi ini diharapkan dapat menjadi katalis percepatan hilirisasi energi dan pendorong pertumbuhan ekonomi hijau nasional.

Sebelumnya, PGE membuka peluang untuk bekerjasama dengan Danantara dalam pengembangan pembangkit geothermal mencapai target kapasitas 1,8 Gigawatt di 2033 dengan kebutuhan investasi mencapai US$ 6 hingga US$ 7 Miliar.

Sebagai informasi, PGEO merupakan pemimpin dalam pengembangan panas bumi di Indonesia dengan kapasitas terpasang langsung sekitar 672 MW dan melalui joint venture lebih dari 1.205 MW, total mencapai sekitar 1.877 MW.

Perusahaan pelat merah yang fokus menggarap panas bumi ini juga digadang-gadang bakal menjadi pemenang lelang WKP dan PSPE paling potensial. Berkat ini, prospek PGEO sebagai pengembangan panas bumi bisa lebih ekspansif dan memicu aliran investasi lebih banyak lagi.

Hal tersebut sejalan dengan target bauran EBT terhadap kelistrikan nasional yang dikeluarkan RUPTL periode 2025-2034 sampai 76%. Ini bisa dibilang target yang sangat agresif dibandingkan bauran EBT per akhir tahun lalu yang masih sekitar 14%.

Chandra Asri Pasific (TPIA)

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara Indonesia), Indonesia Investment Authority (INA), dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (Chandra Asri Group) milik Prajogo Pangestu bekerja sama untuk mendukung pengembangan bersama pabrik Chlor Alkali - Ethylene Dichloride (Pabrik CA-EDC).

Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan produksi soda api dan Etilen Diklorida di Indonesia yang menjadi bahan baku utama untuk industri hilir, termasuk pengolahan nikel yang akan mendorong dan mendukung swasembada hilir dan industri hilir Indonesia secara keseluruhan.

Nilai kerja sama kemitraan ini mencapai US$ 800 juta untuk memperkuat ketahanan industri Indonesia, mengurangi ketergantungan impor untuk bahan baku kimia hulu, dan memajukan agenda hilirisasi sebagai bagian dari transformasi ekonomi jangka panjang Indonesia.

Sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), Pabrik CA-EDC selaras dengan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%.

Proyek CA-EDC akan dikelola oleh PT Chandra Asri Alkali (CAA), anak perusahaan Chandra Asri Group. Saat ini, pada tahap pertama, proyek ini meliputi pembangunan Pabrik CA-EDC yang akan memiliki kapasitas produksi 400.000 ton soda api padat per tahun (setara dengan 827.000 ton dalam bentuk cair) dan 500.000 ton Etilen Diklorida.

Upaya ini bertujuan untuk mengurangi kebutuhan impor soda api dan Etilen Diklorida di Indonesia, sehingga mendorong upaya untuk mendorong swasembada dalam memproduksi bahan-bahan ini dan hilirisasi.

Selanjutnya, tahap kedua dari pengembangan ini bertujuan untuk memperluas produksi Chlor-Alkali dan memperkenalkan turunan klorin yang akan memungkinkan efisiensi operasional dan rantai nilai yang lebih besar.

Studi kelayakan sedang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi produk hilir berbasis klorin yang dapat meningkatkan penciptaan nilai dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri.

ANTM, INCO, MBMA

Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagatha Nusantara (Danantara) masuk konsorsium pengembangan dua proyek ekosistem baterai kendaraan listrik dengan raksasa global Huayou Cobalt dan Contemporary Amperex Technology (CATL).

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, porsi Indonesia tetap masih akan lebih besar dalam konsorsium bersama Huayou. Sebelumnya Huayou menggantikan porsi LG Energi Solution dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.

Namun menurut Bahlil dalam proses Joint Venture (JV) berikutnya porsi Indonesia disepakati hanya 30%. Meski Presiden Prabowo Subianto meminta dinegosiasi supaya naik menjadi 40% - 50%, karena BPI Danantara bakal ikut serta dalam konsorsium ini.

Tak cuma dengan konsorsium Huayou, Bahlil mengatakan Danantara juga akan masuk dalam konsorsium proyek baterai EV CATL.

CEO BPI Danantara Rosan Roeslani mengungkapkan bahwa pihaknya masuk dalam konsorsium bersama Huayou untuk memperkuat konsorsium. Sehingga kepemilikan Indonesia bisa menjadi mayoritas.

Seperti diketahui ada dua mega proyek dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik. Yakni proyek Titan yang konsorsiumnya diisi oleh PT Indonesia Battery Corporation (IBC) selaku perusahaan induk, PT Aneka Tambang (Antam), PT Pertamina, dan PT PLN, dan Huayou yang menggantikan LG.

Selain itu juga ada konsorsium bersama CATL melalui anak usahanya Ningbo Contemporary Burnp Legend Co. Ltd yang dinamakan proyek Dragon. Kedua proyek ini fokus pada rantai pembuatan baterai listrik di Indonesia dari hulu ke hilir.

Dari adanya sentimen ini, sederet perusahaan yang terlibat dalam penambangan dan pengembangan nikel akan mendapatkan prospek keuntungan, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).

Berikut kita ulas satu per satu potensi keuntungan yang didapatkan oleh beberapa emiten ini :

Aneka Tambang (ANTM)

PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) secara langsung berada di bawah konsorsium IBC. Bersama CATL, perusahaan pelat merah ini akan membangun proyek kendaraan listrik senilai Rp85,6 triliun.

Mega proyek ini terdiri dari proyek-proyek dalam rantai industri kendaraan listrik, seperti penambangan, peleburan nikel, bahan baterai, pembuatan baterai, sampai daur ulang baterai.

Saat ini, CATL memiliki total enam proyek di Indonesia dan 49% saham proyek pengembangan nikel laterit yang dikerjakan bersama ANTM. Adapun lima proyek lainnya meliputi pembuatan baterai terner dan daut ulang baterai, CATL memiliki kepemilikan 60% - 70%. Megaproyek baterai kendaraan listrik akan berbasis di Provinsi Maluku Utara, Indonesia.

Dalam proyek ini, CATL melalui anak usahanya, Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dan ANTM akan membangun smelter nikel dengan teknologi rotary kiln-electric furnance (RKEF) dan smelter high pressure acid leaching (HPAL) di Buli, Halmahera Timur.

Dari smelter RKEF, ANTM menguasai 30% kepemilikan dengan total investasi US$ 1,4 miliar dan diprediksi bisa produksi 88.000 TPA NPI. Sementara untuk smelter HPAL ANTM diperkirakan bisa produksi 55.000 TPA MHP dengan kepemilikan sebanyak 40%.

Vale Indonesia (INCO)

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akan diuntungkan dengan kerjasama antara Zhejiang Huayou Cobalt Co., dan Ford Motor Company dalam tiga proyek smelter dengan total investasi hingga US$ 8,8 miliar.

Proyek-proyek ini mencakup pembangunan pabrik berteknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) yang terdiri dari Indonesia Growth Project (IGP) Morowali, IGP Pomala, dan IGP Sorowako Limonite.

Proyek HPAL Pomalaa saat ini masih dalam tahap konstruksi dan belum selesai. Proyek ini ditargetkan untuk mencapai penyelesaian mekanis pada akhir tahun 2025 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2026.

Dengan nilai investasi sekitar Rp67,5 triliun, proyek ini akan menghasilkan hingga 120.000 ton nikel per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang digunakan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Pembangunan proyek ini telah dimulai dengan peletakan batu pertama pada November 2022 dan saat ini sedang dalam proses konstruksi.

Kedua, INCO bersama Huayou memiliki proyek HPAL lagi di Sorowako, Sulawesi Selatan dengan total investasi mencapai sekitar US$2 miliar (sekitar Rp31 triliun).

Proyek ini telah memasuki tahap konstruksi awal (groundwork) sejak akhir 2023. Pembangunan tambang telah mencapai progres sekitar 70% dan ditargetkan selesai pada kuartal kedua 2025. Sementara itu, pembangunan pabrik HPAL ditargetkan rampung pada pertengahan 2026.

Dengan perkembangan ini, proyek HPAL Sorowako diharapkan dapat mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2027. Pabrik HPAL ini dirancang untuk memproduksi sekitar 60.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP.

Ketiga, untuk proyek HPAL di Morowali memiliki nilai investasi mencapai USD 2 miliar. Berlokasi di kawasan industri berbasis energi hijau, pabrik ini memiliki kapasitas produksi 60 kilo ton (kt) nikel per tahun dalam bentuk MHP.

Merdeka Battery Materials (MBMA)

Berikutnya ada PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) yang diketahui bekerja sama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd. melalui anak perusahaannya, PT Huayue Nickel Cobalt (HNC), dalam pembangunan pabrik HPAL di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

Pabrik ini akan dioperasikan oleh PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) dan dirancang untuk memiliki kapasitas produksi sebesar 90.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP.

Dalam proyek ini, HNC bertanggung jawab atas manajemen konstruksi, sementara MBMA mengurus perizinan dan persetujuan dari pemerintah Indonesia.

Sementara itu dengan CATL melalui Ningbo Brunp Contemporary Amperex Co., Ltd., MBMA bekerja sama dalam pembangunan pabrik HPAL berkapasitas produksi 60.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP. Bijih nikel yang akan diolah berasal dari tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM).

Proyek ini sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 16 Maret 2023 lau dan telah dimulai pada Januari 2025.

Proyek ini ditargetkan untuk mencapai tahap komisioning dalam waktu 18 bulan setelah dimulainya konstruksi, yang berarti pabrik diharapkan mulai beroperasi pada Juli 2026.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |