Jakarta, CNBC Indonesia - Permintaan batu bara tergolong lesu dalam beberapa waktu terakhir, khususnya permintaan ekspor dari Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan ekspor batu bara Indonesia adalah permintaan yang melemah dari China dan India.
Seperti diketahui, China dan India merupakan pasar utama bagi ekspor batu bara Indonesia. Oleh sebab itu, apabila permintaan dari kedua negara tersebut berkurang, maka ekspor batu bara Tanah Air juga mengalami penurunan.
Jika berkaca pada data ekspor batu bara Indonesia ke India dan China secara kumulatif (Januari-April 2025) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terjadi penurunan yang cukup signifikan, yakni masing-masing sebesar 23,1% dan 37,54%. Bukan hanya di Indonesia, penurunan ekspor yang cukup dalam juga terjadi terhadap Jepang yakni sebesar 37,69% serta Taiwan sebesar 31,49%.
Mengutip dari Reuters, selama lima bulan pertama tahun ini, impor batu bara termal melalui jalur laut di Asia mencapai 346,96 juta ton, atau turun 7,0% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. Penurunan ini cukup dipengaruhi oleh melemahnya permintaan dari China dan India selaku dua importir batu bara terbesar di dunia.
Impor batu bara termal melalui jalur laut China selama periode Januari-Mei mencapai 116,62 juta ton, turun 13,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara India mengimpor 71,07 juta ton atau mengalami penurunan 4,7%.
Permintaan batu bara dari China berkurang pada 2025 setelah mencapai rekor pada 2024. Hal ini disebabkan oleh produksi batu bara di dalam negeri yang meningkat serta pemanfaatan energi hidro dan energi terbarukan, sehingga porsi penggunaan pembangkit listrik berbasis batu bara di China berkurang.
Data terbaru menunjukkan bahwa China memproduksi 389,31 juta ton batu bara pada April 2025, meningkat 3,8% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, total produksi batu bara China selama empat bulan pertama tahun ini mencapai 1,58 miliar ton, naik 6,6% dari periode yang sama tahun lalu.
Di India, produksi batu bara domestik juga mengalami peningkatan, dengan output mencapai 86,24 juta ton pada Mei 2025 atau naik dari 83,96 juta ton pada Mei tahun lalu. Menanggapi hal tersebut, VP Investor Relations & Chief Economist PT BUMI Resources Tbk (BUMI), Achmad Reza Widjaja menyatakan, pihaknya tetap melakukan ekspor batu bara ke India. Ini mengingat, BUMI masih memiliki kontrak dengan pelanggan dari India.
"Ekspor ke India masih tetap ada dari BUMI," ujar Reza kepada CNBC Indonesia, belum lama ini.
Dengan demikian, BUMI tetap optimistis bisa memproduksi batu bara sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tak ketinggalan, BUMI juga telah mengantongi restu permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam hal ini, BUMI mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia periode 2024 hingga 2026.
"BUMI tetap memproduksi sesuai yg telah ditetapkan dalam RKAB. Selama ini harga jual masih dapat meng-cover biaya produksi," jelasnya.
Dia melanjutkan, hingga saat ini BUMI belum melakukan penyesuaian untuk menurunkan target produksi. Alhasil, BUMI meyakini bisa memproduksi batu bara sekitar 78-80 juta ton pada 2025. Target tersebut diyakini bisa tercapai selama kondisi cuaca di area pertambangan BUMI tetap normal.
Sebagaimana diketahui, produksi baru bara BUMI tercatat sebanyak 17,2 juta ton pada kuartal I-2025 atau turun 12% Year on Year (YoY) dibandingkan realisasi produksi kuartal I-2024 sebanyak 19,5 juta ton. Volume penjualan batu bara BUMI juga turun 9% YoY dari 18,4 juta ton pada kuartal I-2024 menjadi 16,7 juta ton pada kuartal I-2025.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Naik Tajam, Laba Bersih Bumi Resources (BUMI) Melonjak 45,5% di 2024