Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan bahwa proses negosiasi Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) secara substansi telah rampung. Saat ini, proses negosiasi tersebut tinggal merampungkan penjabaran teknis dalam bentuk naskah resmi perjanjian dagang.
"Jadi sudah selesai. Secara substansi sudah selesai. Tinggal kita membungkus atau menuangkan dalam bentuk teks," ungkap Budi dalam Economic Update CNBC Indonesia, dikutip Jumat (20/6/2025).
Menurut Budi, negosiasi IEU-CEPA yang sudah berlangsung hampir satu dekade ini memang tidak mudah, lantaran banyak hambatan non tarif yang dikenakan Uni Eropa terhadap komoditas unggulan Indonesia, seperti sawit, karet, dan nikel. Hambatan tersebut, menurutnya, kerap dibalut isu keberlanjutan dan lingkungan hidup.
"Jadi memang banyak ya produk unggulan kita ke Uni Eropa itu banyak mengalami distorsi. Jadi banyak hambatan non tarif yang dikenakan. Sehingga menyebabkan akses pasar kita itu menjadi tidak mudah," jelasnya.
Ia mencontohkan kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai bagian dari hambatan non-tarif yang mengganggu ekspor Indonesia.
Foto: Bendera Uni Eropa. (REUTERS/Johanna Geron)
Bendera Uni Eropa. (REUTERS/Johanna Geron)
"Kita tahu ya, banyak kebijakan-kebijakan yang sifatnya adalah non-tariff barrier, itu yang dibungkus dengan isu lingkungan dan juga pembangunan berkelanjutan," tambahnya.
Padahal, lanjut Budi, secara prinsip, baik Indonesia maupun Uni Eropa memiliki semangat yang sama dalam hal pembangunan berkelanjutan. Hanya saja, pendekatan dan standar yang digunakan berbeda. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan utama dalam proses negosiasi yang berlangsung hampir sembilan tahun lamanya.
"Nah bagaimana merumuskan, menyamakan perbedaan tadi menjadi sebuah kesepakatan itu kan. Kita sudah kurang lebih 9 tahun berunding ya, negosiasi dengan Uni Eropa," kata dia.
Lebih jauh, Budi menjelaskan salah satu upaya utama pemerintah Indonesia dalam negosiasi IEU-CEPA adalah mendorong agar produk-produk unggulan mendapat pengurangan atau bahkan penghapusan tarif masuk ke pasar Uni Eropa.
"Strategi yang kita lakukan adalah bagaimana produk-produk unggulan kita, yang masuk atau mempunyai potensi pasar yang bagus ini, kita utamakan untuk mendapatkan pengurangan tarif, atau kalau bisa penghapusan tarif," ujarnya.
Saat ini, lanjut Budi, tim teknis dari Kemendag dan perwakilan Uni Eropa di Jakarta masih bekerja menyusun finalisasi naskah perjanjian secara hati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan.
"Nah sekarang ini masih berlangsung, teman-teman dari tim Kemendag bersama tim Uni Eropa yang ada di Jakarta, untuk bagaimana menurunkan perjanjian itu dalam teks. Memang perlu waktu dan pelan-pelan. Jangan sampai menuangkannya menjadi salah," ujar Budi.
Adapun terkait waktu pengesahan IEU-CEPA, Budi menyebut proses administratif di pihak Uni Eropa masih perlu waktu karena harus melalui persetujuan dari 27 negara anggota. Namun demikian, ia optimistis pertengahan tahun depan prosesnya bisa rampung.
"Mereka kan setelah itu harus legalkan. Mereka kan ada 27 negara. Nah ini yang perlu waktu ya. Mungkin pertengahan tahun depan sudah semua. Tapi yang penting kan substansi sudah selesai dulu," ucapnya.
Lebih dari itu, Budi memastikan substansi penting yang diperjuangkan Indonesia sudah berhasil diamankan dalam kesepakatan tersebut, yakni soal akses pasar untuk produk ekspor unggulan yang selama ini terhambat.
"Ya tentu tadi, berapa produk unggulan kita yang sekarang ini akses pasarnya susah, tapi potensi ekspor kita besar, itu sudah bisa kita selesaikan. Jadi tentu ke depan pasar kita menjadi banyak. Jadi semakin luas. Dengan harapan ekspor kita semakin besar," pungkasnya.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fix! RI-Eropa Kebut Penyelesaian IEU-CEPA Saat Trump Tantrum