Mengenal 3 Fasilitas Nuklir Iran yang Dibom AS: Natanz, Fordow-Isfahan

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Amerika Serikat (AS) resmi melancarkan serangan udara besar-besaran ke tiga fasilitas nuklir utama Iran: Natanz, Fordow, dan Isfahan. Ketiga lokasi ini selama dua dekade terakhir menjadi simbol ambisi nuklir Teheran-dan kini, menjadi titik panas geopolitik global.

Presiden AS Donald Trump menyatakan serangan itu sebagai peringatan keras terhadap Iran dan memperingatkan bahwa lebih banyak target bisa dihancurkan jika Teheran tak segera menghentikan program nuklirnya.

"Akan ada perdamaian, atau akan ada tragedi besar bagi Iran. Dan ini baru permulaan," ujar Trump dalam pidatonya, Minggu (22/6/2025), dikutip dari AFP.

Langkah agresif ini memicu kekhawatiran dunia akan potensi eskalasi perang dan bahaya radiasi nuklir. Namun, Iran membantah bahwa ketiga lokasi tersebut mengandung bahan radioaktif saat diserang.

Berikut adalah tiga situs nuklir yang menjadi sasaran serangan AS:

1. Natanz: Markas Besar Pengayaan Uranium

Terletak sekitar 250 km di selatan Teheran, Natanz dikenal sebagai pusat pengayaan uranium terbesar di Iran. Berdasarkan data Nuclear Threat Initiative (NTI), kompleks ini memiliki enam bangunan di atas tanah dan tiga struktur bawah tanah yang mampu menampung hingga 50.000 sentrifugal.

Natanz aktif sejak 2003 dan dikonfirmasi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sebagai lokasi di mana Iran telah memperkaya uranium hingga 60%-angka yang sangat dekat dengan standar senjata nuklir (90%).

Serangan sebelumnya oleh Israel pernah mematikan sistem listrik di bagian bawah tanah fasilitas ini, yang menyimpan ribuan sentrifugal. Kini, AS dikabarkan menghantam kawasan yang sama demi mengganggu operasional utama.

2. Fordow: Bunker Nuklir di Perut Pegunungan

Dibangun secara rahasia dekat kota suci Qom, Fordow adalah fasilitas bawah tanah yang disebut-sebut paling sulit dihancurkan. Aula utamanya berada sekitar 90 meter di bawah tanah dan dilindungi oleh lapisan pegunungan yang tebal.

An anti-Israel billboard with a picture of Iranian missiles is seen on a street in Tehran, Iran April 19, 2024. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY.   ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY.Foto: via REUTERS/Majid Asgaripour
An anti-Israel billboard with a picture of Iranian missiles is seen on a street in Tehran, Iran April 19, 2024. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY.

Menurut lembaga Institute for Science and International Security (ISIS), Iran mampu mengubah cadangan uranium 60% di Fordow menjadi 233 kg uranium tingkat senjata hanya dalam waktu 3 minggu cukup untuk membuat sembilan bom nuklir.

Laporan IAEA terbaru menyebut Fordow memiliki sekitar 2.700 sentrifugal aktif. Lokasi ini diyakini hanya bisa ditembus oleh bom penetrator milik AS, bukan senjata konvensional.

3. Isfahan: Kota Ilmuwan dan Pusat Riset Nuklir

Berbeda dari dua situs sebelumnya, Isfahan adalah kompleks riset nuklir terbesar Iran. Dibangun sejak 1984 dengan bantuan Tiongkok, lokasi ini menampung sekitar 3.000 ilmuwan dan teknisi.

Isfahan memiliki fasilitas konversi uranium, pabrik produksi bahan bakar nuklir, reaktor riset kecil, hingga instalasi untuk kelongsong zirkonium. Data dari NTI menunjukkan bahwa pusat ini menjadi nadi dari keseluruhan program nuklir sipil dan militer Iran.

Setelah serangan, Iran menyatakan bahwa bahan nuklir aktif telah dikeluarkan dari ketiga fasilitas sebelum pemboman. Pernyataan ini disampaikan oleh kantor berita IRNA, mengutip seorang pejabat dari lembaga penyiaran Iran.

"Tidak ada bahan di ketiga lokasi nuklir ini yang menyebabkan radiasi," ujar pernyataan tersebut, seperti dikutip Al Jazeera.

Namun, pernyataan itu belum diverifikasi oleh pihak independen. Kekhawatiran pencemaran dan kemungkinan balasan militer dari Iran masih membayangi kawasan Timur Tengah.

Sejarah Panjang Nuklir Iran

Sejak pertama kali mencuat pada dekade 1950-an melalui kerja sama dengan Amerika Serikat di bawah program "Atoms for Peace", ambisi nuklir Iran telah melewati babak-babak krusial revolusi 1979, perang Iran-Irak, dan puncaknya penandatanganan kesepakatan nuklir JCPOA pada 2015. Namun, penarikan AS dari kesepakatan itu tahun 2018 menjadi titik balik yang membuat program ini kembali tak terkendali.

Pasca-2018, Iran secara terbuka melanggar batas-batas yang disepakati dalam Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA. Mulai dari menaikkan level pengayaan uranium, memperluas fasilitas sentrifugal, hingga menolak pengawasan penuh dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Dalam waktu lima tahun, Iran telah membangun kapasitas pengayaan uranium hingga 60% U-235, sebuah level yang berada sangat dekat ke kadar senjata (90%). Sejak Februari 2025, IAEA mengonfirmasi bahwa Iran memiliki cukup bahan untuk memproduksi lima hingga delapan hulu ledak nuklir dalam waktu kurang dari dua minggu-jika diproses lebih lanjut menjadi komponen senjata.

Kondisi saat ini menunjukkan Iran mengoperasikan lebih dari 80 rangkaian sentrifugal aktif di dua lokasi utama Natanz dan Fordow. Jenis sentrifugal yang digunakan pun makin canggih-dari IR-1 yang tua hingga IR-6 yang berkapasitas tinggi.

Bahkan dengan tingkat efisiensi yang konservatif, Iran bisa menghasilkan lebih dari 120 separative work unit (SWU) per hari, cukup untuk memperkaya uranium menjadi bahan baku lima senjata nuklir hanya dalam seminggu. Dengan kapasitas ini, ancaman bukan lagi sekadar potensi, tapi tinggal soal keputusan politik.

Yang membuat dunia makin khawatir, Iran juga pernah terbukti membangun situs nuklir secara rahasia. Fasilitas Fordow sendiri baru diungkap ke publik pada 2009 setelah dibangun diam-diam.

Saat ini, dengan model IR-2m dan IR-6, Iran bisa mendirikan situs rahasia berukuran hanya separuh lapangan hoki untuk memproduksi bahan senjata. Situs sekecil itu tentu jauh lebih sulit dideteksi oleh satelit maupun pengawasan internasional.


Dalam dokumen dan temuan intelijen, Iran terbukti memiliki proyek senjata nuklir aktif antara 1999 hingga 2003. Mereka telah melakukan simulasi ledakan, riset detonator, hingga rancangan payload untuk rudal Shahab-3.

Walau program itu dinyatakan dihentikan, temuan "arsip atom" Iran yang dibocorkan Israel tahun 2018 menunjukkan adanya kelanjutan riset secara tersembunyi. Bahkan pada 2024, intelijen AS resmi mencabut pernyataan lamanya dan mengakui bahwa "Iran tidak lagi bisa diasumsikan tidak menjalankan aktivitas utama pengembangan senjata nuklir."

Adapun risiko utama saat ini bukan hanya pada uranium yang telah diperkaya, tetapi juga pada keterbatasan akses IAEA. Sejak 2021, Iran menolak menyerahkan rekaman penuh dari alat pemantau di fasilitas sentrifugal dan produksi yellowcake.

Beberapa kamera memang dipasang kembali pada 2023, tapi akses terhadap data tetap ditutup. Ini membuat estimasi internasional terhadap stok dan kapasitas produksi Iran menjadi semakin kabur, membuka ruang spekulasi-dan ketakutan-bahwa pengayaan menuju senjata bisa terjadi tanpa deteksi awal.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |