Ngeri! Gegara Perang, Harga Minyak Dunia Diprediksi Bakal to The Moon

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Semakin memanasnya konflik Timur Tengah, khususnya perang antara Israel dan Iran, ditambah lagi dengan mulai terlibatnya Amerika Serikat (AS), dikhawatirkan bisa berdampak pada semakin melonjaknya harga minyak mentah dunia.

Analis Energi Institute of Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna menjelaskan, konflik yang terjadi di Timur Tengah tersebut telah memicu peningkatan harga minyak mentah dunia, bahkan sejak serangan awal Israel ke Iran.

"Harga minyak sudah merangkak naik semenjak serangan awal Israel dan dengan terlibatnya AS resiko semakin memuncak, terlebih dengan saling merusak fasilitas produksi migas, termasuk lapangan gas South Pars di Iran," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

Dia mengatakan, konflik yang berpotensi mengganggu Selat Hormuz, perairan tempat lalu lalangnya kapal-kapal tanker pemasok minyak, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga Liquefied Petroleum Gas (LPG), juga bisa memicu lonjakan harga minyak mentah dunia.

"Lebih dari produksi Iran, risiko tersendatnya perdagangan melalui selat Hormuz memiliki peranan sangat besar tempat melintasnya sekitar 20% minyak dunia. Selat ini juga sangat penting karena dapat dilalui oleh tanker-tanker raksasa yang tidak mudah melalui jalur lain," paparnya.

Asal tahu saja, harga minyak dunia melonjak tajam pada perdagangan Senin pagi (23/6/2025) setelah Iran secara resmi menutup Selat Hormuz, menyusul serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran, Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Mengacu data Refinitiv pada pukul 08:30 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak terdekat naik 2,69% menjadi US$ 79,08 per barel. Sementara itu, WTI menguat 1,23% ke US$ 75,85 per barel.

Kenaikan ini memperpanjang reli minyak dalam sepekan terakhir. Sejak 12 Juni 2025, harga Brent sudah melonjak hampir 14%, dari level US$ 69,36.

Kenaikan harga minyak dipicu oleh keputusan Iran menutup Selat Hormuz, jalur laut sempit yang menjadi penghubung Teluk Persia dengan Laut Arab dan merupakan satu-satunya akses keluar masuk minyak dari kawasan Teluk.

Langkah ini diambil setelah AS melancarkan serangan udara presisi menggunakan jet siluman B-2 terhadap tiga situs nuklir penting milik Iran pada Sabtu malam waktu setempat. Presiden Donald Trump menyebut operasi ini sukses besar dan memperingatkan akan adanya respons lebih besar jika Iran membalas.

"Kami telah menjatuhkan bom penuh ke situs utama Fordow. Semua pesawat telah keluar dari wilayah udara Iran dan kembali dengan selamat," ujar Trump melalui Truth Social.

Sebagai informasi, hampir 20% pasokan minyak global dan sebagian besar LNG dunia melewati Selat Hormuz. Ketegangan di wilayah ini dikhawatirkan akan mengganggu pasokan dan mendorong lonjakan harga minyak global lebih lanjut.

Penutupan Hormuz meningkatkan ketidakpastian pasokan di tengah pasar yang sebelumnya sudah sensitif terhadap konflik di Timur Tengah. Analis memperkirakan jika penutupan berlangsung lebih dari beberapa hari, harga minyak bisa menembus US$ 85 bahkan US$ 90 dalam jangka pendek.

Menurut Goldman Sachs dan firma konsultan Rapidan Energy, harga minyak dapat melonjak di atas US$ 100 per barel jika selat tersebut ditutup untuk waktu yang lama. Analis JPMorgan menilai risiko Iran menutup Hormuz rendah karena AS akan menganggap tindakan tersebut sebagai deklarasi perang.

"Menutup selat akan menjadi bunuh diri ekonomi bagi Iran karena ekspor minyak Iran," tambah Rubio.

"Itu juga akan jauh lebih merugikan ekonomi negara lain daripada ekonomi kita," tambahnya.

"Menurut saya, itu akan menjadi eskalasi besar-besaran yang akan membutuhkan respons, tidak hanya dari kita, tetapi juga dari negara lain."

Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, yang menghasilkan 3,3 juta barel per hari. Iran mengekspor 1,84 juta barel per hari bulan lalu.

Menurut Kpler, sebagian besar minyak Iran dijual ke China. Sekitar setengah dari impor minyak mentah China melalui perairan berasal dari Teluk Persia.

"Itu akan menjadi luka yang ditimbulkan sendiri: menutup Selat itu akan menghentikan aliran ekspor minyak mentahnya ke China, menghentikan aliran pendapatan utama," kata Matt Smith, analis minyak utama di Kpler.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Harga Minyak Mentah ICP di Januari Naik Jadi US$ 76,81 per barel

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |