Jakarta, CNBC Indonesia- Di balik gurun dan pegunungan Iran, batu biru kehijauan bernama pirus atau turquoise tumbuh dalam diam. Batu perhiasan, sebagai simbol kekuatan, keberuntungan, bahkan spiritualitas dalam banyak budaya kuno. Namun hari ini, nasib pirus Iran nyaris seperti reruntuhan dinasti Persia: agung di masa lalu, terabaikan di pasar global.
Iran, khususnya wilayah Nishapur, dikenal sebagai salah satu penghasil pirus terbaik dunia sejak abad ke-5 sebelum masehi.
Batu ini dijuluki "batu langit", bukan hanya karena warnanya, tetapi karena diyakini membawa perlindungan dari energi buruk dan bencana. Kualitas pirus Iran begitu dihargai karena tingkat kekerasannya yang tinggi dan warna yang stabil, tidak mudah pudar dibanding batu serupa dari tempat lain seperti Cina, Mesir, atau Amerika Serikat.
Namun, meskipun kualitasnya unggul, pirus Iran kalah pamor dalam peta perdagangan permata dunia modern.
Berdasarkan data dari International Trade Centre (ITC), ekspor batu mulia Iran-termasuk pirus-masih tergolong sangat kecil dan tidak masuk dalam komoditas utama nonmigas mereka. Bahkan ke Indonesia, tak tercatat adanya impor resmi pirus dalam laporan ekspor-impor bilateral. Padahal, dari sisi budaya, Indonesia punya pasar yang sensitif terhadap batu-batu alam, termasuk batu akik.
Yang menarik, harga pirus Iran di pasar kolektor bisa mencapai puluhan hingga ratusan dolar per gram, terutama yang berasal dari tambang kuno Nishapur dan berwarna biru langit tanpa urat. Namun, banyak yang dijual lewat jalur informal atau dicampur dengan pirus dari negara lain, membuat asal-usul batu sulit dilacak dan nilai historisnya ikut hilang. Di sisi lain, negara-negara seperti Turki dan India justru lebih gencar memasarkan pirus sebagai bagian dari identitas perhiasan nasional mereka.
Pirus bukanlah mineral yang tahan terhadap zat kimia, cahaya, atau panas tinggi. Ia bisa berubah warna, retak, bahkan hancur jika salah perawatan. Itulah mengapa banyak kolektor menyebut pirus sebagai batu yang punya jiwa-karena seperti manusia, ia bisa "menyusut" jika tak dijaga.
Iran punya potensi besar di sektor batu permata, tapi belum terintegrasi secara kuat dalam rantai pasok global. Jika strategi ekspor kreatif seperti yang dilakukan India untuk safir, atau Thailand untuk rubi, bisa ditiru, maka pirus Iran bisa kembali jadi ikon. Bukan hanya untuk perhiasan, tapi juga untuk branding budaya dan geopolitik lunak (soft power) yang elegan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)