Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah makin memanas setelah Amerika Serikat (AS) ikut menyerang Iran.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa level tekanan yang terjadi masih dalam rentang yang aman.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan bahwa pemerintah terus melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
Termasuk dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yang secara reguler memantau berbagai perkembangan kondisi global yang memberikan resiko bagi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia.
"Secara reguler juga dilakukan asesmen bersama di dalam KSSK untuk mengukur potensi risiko dari berbagai perkembangan, terutama global terhadap ekonomi dan pasar keuangan Indonesia," ujar Deni dalam keterangan resmi dikutip Senin (23/6/2025).
Deni pun menjelaskan bahwa ketegangan yang terjadi belum memberikan dampak yang signifikan baik terhadap perekonomian maupun kinerja industri jasa keuangan dalam negeri termasuk terhadap kinerja fiskal. Juga dari sisi rambatan ke dalam negeri melalui tekanan harga minyak terhadap inflasi.
"Masih terdapat ruang fiskal untuk menyerap risiko inflasi terhadap domestik melalui kebijakan Pemerintah tersebut. Fungsi APBN sebagai shock absorber masih dapat berjalan dengan baik," ujarnya.
Deni pun menjelaskan bahwa harga minyak mentah saat ini pun masih berada di bawah asumsi yang digunakan untuk APBN 2025. Yakni, US$ 82 per barel. Harga minyak Brent di akhir pekan ini masih di US$ 77,27 (eop) dan rata-rata ytd ICP masih ada di bawah US$ 73 per barel.
"Sehingga masih terdapat ruang fiskal untuk meredam rambatan inflasi," ujarnya.
Tak hanya itu, kepercayaan investor terhadap sovereign instrument yaitu SBN juga masih terjaga, meskipun terjadi outflow namun dari sisi tekanan terhadap harga (kenaikan yield) masih sangat terbatas.
"Pemerintah terus mewaspadai risiko global dan transmisinya pada perekonomian domestik, dengan menyiapkan langkah-langkah mitigasi awal dan mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber," ujarnya.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemimpin Tertinggi Iran Enggan Berunding dengan AS: "Tak Cerdas"