Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pihaknya telah menyerang tiga situs nuklir utama di Iran pada Minggu (22/6/2025) pagi. Hal ini menjadikan AS untuk melibatkan diri dalam perang Israel dengan Iran dalam sebuah misi canggih dan menimbulkan kekhawatiran eskalasi militer di Timur Tengah di tengah serangan brutal Israel di Gaza.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi pada Minggu pagi, Trump mengatakan bahwa serangan tersebut ditujukan untuk menghentikan "ancaman nuklir" yang ditimbulkan oleh Iran. Lokasi Natanz, Isfahan, dan Fordow, yang terlibat dalam produksi atau penyimpanan uranium yang diperkaya, menjadi sasaran.
"Malam ini, saya dapat melaporkan kepada dunia bahwa serangan tersebut merupakan keberhasilan militer yang spektakuler. Fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah dihancurkan secara total dan menyeluruh," katanya, memperingatkan Teheran agar tidak melakukan pembalasan.
Israel dan Trump mengklaim bahwa Iran dapat menggunakan uranium yang diperkaya untuk membuat hulu ledak atom. Namun Iran bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil. Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), juga telah menolak klaim Israel bahwa Iran hampir membuat senjata nuklir.
Mengecam serangan tersebut, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa waktu untuk diplomasi telah berlalu dan bahwa negaranya memiliki hak untuk membela diri.
"Pemerintah Washington yang suka berperang dan melanggar hukum, sepenuhnya bertanggung jawab atas konsekuensi berbahaya dan implikasi yang luas dari tindakan agresinya," katanya dalam konferensi pers di Istanbul, Turki.
Lalu, dengan adanya serangan ini, apakah proyek nuklir Iran berlanjut?
Mengenal Fasilitas Nuklir yang Diserang AS
Untuk membedah lebih jauh hal tersebut, perlu diketahui terkait situs nuklir yang telah diklaim Trump benar-benar hancur. Hal ini untuk memberikan pandangan apakah proyek tersebut dapat benar-benar dijalankan.
Tercatat ada 3 lokasi yang menjadi titik serangan. Pertama yakni Fordow. Fasilitas pengayaan bawah tanah yang beroperasi sejak 2006. Dibangun jauh di dalam pegunungan, sekitar 48km (30 mil) dari Qom, utara Teheran, situs ini menikmati perlindungan alami. Fasilitas ini menjadi fokus utama serangan hari Minggu.
Lalu ada Natanz, yang dianggap sebagai fasilitas pengayaan nuklir terbesar di Iran. Lokasi ini terletak sekitar 300km (186 mil) selatan Teheran. Natanz diyakini terdiri dari dua fasilitas pertama yakni Pabrik Perakitan dan Pengayaan Bahan Bakar Percontohan.
Pabrik perakitan digunakan untuk merakit sentrifugal, mesin yang berputar cepat yang digunakan untuk pengayaan uranium. Lalu, fasilitas lainnya, yang terletak jauh di bawah tanah, adalah Pabrik Pengayaan Bahan Bakar.
Selain itu, ada fasilitas penelitian atom yang terletak di Isfahan. Dibangun pada 1970-an dan digunakan untuk konversi uranium. Itu adalah lokasi terakhir yang dihantam sebelum misi pengeboman AS ditarik dari wilayah udara Iran, menurut para pejabat.
Apakah Situs-situs Tersebut Hancur?
Penilaian dampak independen dari serangan AS di Fordow masih belum jelas. Menteri Pertahanan Hegseth pada hari Minggu mengatakan "penilaian awal kami adalah bahwa semua amunisi presisi kami menghantam di mana kami ingin mereka menghantam dan mencapai efek yang diinginkan", dengan menyebutkan kerusakan khusus di Fordow.
Namun, seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada Axios bahwa serangan AS menghambat program nuklir Iran selama bertahun-tahun, tetapi fasilitas nuklir Fordow "tidak hancur."
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melaporkan bahwa tidak ada "peningkatan tingkat radiasi di luar lokasi" setelah serangan tersebut. Iran juga menyatakan bahwa "tidak ada kontaminasi radiasi atau radiasi nuklir" yang terdeteksi.
Apakah Ini Akan Menggagalkan Upaya Nuklir Iran?
Dampak serangan terhadap program nuklir Iran secara keseluruhan belum diketahui. Namun, para analis mengatakan tidak ada bukti yang jelas bahwa Iran telah maju sedemikian rupa sehingga mampu mencapai persenjataan dalam program nuklirnya.
Trita Parsi, wakil presiden eksekutif di Quincy Institute for Responsible Statecraft, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa aset nuklir Iran yang paling berharga adalah persediaan uranium yang diperkaya.
"Selama mereka terus memilikinya, mereka sebenarnya masih memiliki program nuklir yang masih bisa dipersenjatai," tambahnya.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menuduh AS mengkhianati diplomasi. Ia mengatakan bahwa Washington akan menghadapi "konsekuensi abadi" setelah bergabung dengan Israel dalam kampanye udaranya terhadap negaranya.
Seorang penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengklaim bahwa persediaan uranium yang diperkaya milik negara itu tidak hancur dan memperingatkan bahwa pangkalan-pangkalan yang digunakan oleh pasukan AS untuk melancarkan serangan terhadap situs-situs nuklir Iran "akan dianggap sebagai target yang sah."
(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Trump Gelar Buka Bersama, Janjikan Ini ke Muslim AS