Kelas Menengah RI Serba Sulit, Bank Dunia Ungkap Solusinya!

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank mengungkapkan nasib kelas menegah Indonesia (RI) di tengah himpitan ketidakpastian ekonomi. Lembaga dunia ini mengungkapkan adanya tren pelemahan konsumsi masyarakat.

Tren ini dipaparkan oleh Lead Economist World Bank Indonesia dan Timor Leste Habib Rab dalam acara peluncuran Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2025 di Jakarta, Senin (23/6/2025).

Rab menuturkan pelemahan konsumsi dipicu oleh minimnya lapangan kerja dengan nilai penghasilan yang tinggi bagi kelas menengah.

Kondisi ini memicu makin lemahnya kemampuan konsumsi masyarakat kelas menengah. Laju konsumsi mereka menurut Bank Dunia terus tertinggal dari golongan kelas bawah atau termiskin serta golongan kelas atas atau para orang kaya sejak periode 2019-2024.

Bank Dunia mengungkapkan, dari 2019 hingga 2024, 40% masyarakat termiskin mengalami peningkatan konsumsi sebesar 2-3% per tahun, ditopang oleh bantuan sosial dari pemerintah setelah memperhitungkan inflasi. Sementara itu 10% golongan masyarakat terkaya juga mengalami peningkatan konsumsi tahunan sebesar 3%.

Untuk golongan kelas menengah maupun calon kelas menengah-mereka yang berada dalam persentil ke 40-90 dari distribusi konsumsi-hanya mengalami pertumbuhan sekitar 1,3% per tahun pada periode 2019-2024.

"Sehingga kelas menengah justru makin tertinggal. Ini tantangan besar bagi Indonesia, karena pertumbuhan kelas menengah adalah indikator pasar yang berkembang untuk barang dan jasa bernilai tambah tinggi serta canggih yang mendorong pertumbuhan ekonomi," ucap Habib Rab.

Jadi, bagaimana cara mengatasi tantangan pekerjaan dan penghasilan dari kelas menengah ini?

Di satu sisi, Rab menuturkan tantangannya adalah memastikan pekerja kelas memiliki kemampuan yang memadai dan mereka memiliki jenis keterampilan kognitif yang dibutuhkan dalam pekerjaan yang baik.

"Ini adalah fungsi dari pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, seperti yang kita dengar dalam presentasi berikutnya, yang sebagian besar, meskipun tidak secara eksklusif, disediakan oleh sektor publik," paparnya.

Untuk memastikan kuantitas dan kualitas yang tepat dari layanan ini, pemerintah memerlukan ruang fiskal, yang merupakan fungsi dari efisiensi pengeluaran, utang pemerintah, dan pendapatan pemerintah.

Selain itu, dia menuturkan Indonesia membutuhkan kebijakan yang memungkinkan bisnis ini sangat penting untuk memperdalam sektor keuangan.

"Pemerintah telah mengindikasikan bahwa mereka ingin melakukan upaya deregulasi, serta reformasi struktural yang terkait dengan aksesi OECD," katanya.

Rab mengatakan hal termasuk reformasi perdagangan untuk menghapus hambatan mahal terhadap impor atau pembatasan pasar yang mencegah bisnis baru atau yang lebih produktif untuk terlibat, atau meninjau bagaimana bisnis negara mengalahkan bisnis sektor swasta.

"Dan kami memiliki analisis yang cukup terperinci tentang hal ini yang akan datang dalam laporan baru dan termasuk dalam IEP, di mana beberapa penghapusan beberapa tindakan non-tarif yang paling mengerikan sebenarnya mengarah pada ekspor investasi dan pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih tinggi," ujarnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Duit Kelas Menengah Menipis, Pilih Beli Barang Murah

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |