Jakarta, CNBC Indonesia - Di era dengan gejolak geopolitik yang besar dan perubahan lanskap keamanan, Amerika Serikat (AS) menuntut pemerintah dari negara-negara sekutunya untuk terus menyesuaikan anggaran pertahanan mereka.
Amerika Serikat (AS) mendesak negara-negara sekutunya di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Jepang, untuk meningkatkan belanja pertahanan hingga 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka.
Permintaan ini disampaikan langsung oleh Kepala Juru Bicara Pentagon, Sean Parnell pada Sabtu (21/6/2025), dan jauh melampaui target yang direncanakan oleh negara-negara seperti Jepang.
"Negara-negara NATO mulai membahas target 5% dari PDB untuk belanja pertahanan. Sekutu kami di Asia harus mempertimbangkan langkah yang sama," kata Parnell dalam pernyataan resmi, seperti dikutip Nikkei.
Presiden AS, Donald Trump, mendesak negara sekutu untuk menginvestasikan 5% dari produk domestik bruto (PDB) mereka dalam anggaran pertahanan.
Pengeluaran pertahanan ini terdiri dari 3,5% bagian untuk pengeluaran militer inti dan 1,5% sisanya untuk jalan raya, jembatan, landasan udara, dan pelabuhan laut yang diperlukan untuk mobilisasi pasukan dengan lebih cepat.
Langkah AS ini dipandang sebagai bagian dari strategi menghadapi ancaman regional, termasuk peningkatan aktivitas militer China dan ketegangan di Laut China Selatan. Namun, banyak analis menilai target 5% yang diberikan terlalu ambisius dan berpotensi memperkeruh stabilitas hubungan dengan sekutu jika tidak dibarengi pendekatan diplomatik yang seimbang.
Tabel berikut ini membandingkan anggaran militer masing-masing negara pada tahun 2024 dengan target pengeluaran militer mereka sebagai persentase dari PDB, menurut data dari OECD Economic Outlook Volume 2025.
Eropa Timur Hadapi Defisit Terbesar
Negara-negara Baltik yaitu Estonia, Latvia, dan Lithuania menempati peringkat tertinggi dalam pengeluaran. Meskipun begitu, mereka juga menunjukkan selisih terbesar dari target mereka akibat angka target yang besar untuk pengeluaran pertahanan. Selisih yang dimiliki Latvia adalah sebesar 1,7%, Lithuania 1,9%, dan Estonia sebesar 1,6%.
Ketiga negara tersebut sudah melebihi ambang batas dari NATO sebesar 2% PDB sebagai langkah pencegahan. Namun, mereka menargetkan anggaran militer menjadi sebesar 5% dari PDB. Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), ancaman regional terus mendorong target anggaran militer negara-negara ini naik.
Beberapa negara Eropa Barat, termasuk Luksemburg, Belgia, dan Spanyol, menghabiskan antara 1,0% dan 1,4% dari PDB. Besaran ini masih di bawah target 2% mereka.
Banyak pemerintah di negara-negara ini memprioritaskan program sosial bersamaan dengan komitmen pertahanan. Seperti dilaporkan Bank Dunia, pergeseran prioritas untuk pengeluaran publik telah membatasi anggaran militer negara-negara ini
Inggris, Prancis, dan Jerman memimpin di antara ekonomi besar, dengan pengeluaran masing-masing sebesar 2,3%, 2,1%, dan 1,9% dari PDB. Untuk target anggaran sendiri, Inggris menargetkan 2,5%, sementara Prancis dan Jerman menargetkan 3,5% dan 2%.
Sikap NATO
Trump bersikeras bahwa para negara sekutu harus menghabiskan setidaknya 5% dari anggaran militer mereka agar Amerika Serikat dapat fokus pada prioritas keamanan di wilayah lain, terutama di Indo-Pasifik dan perbatasan negaranya sendiri.
Meskipun begitu, beberapa negara enggan memenuhi tuntutan Amerika Serikat untuk mengalokasikan anggaran sebanyak 5% dari PDB pada pertahanan.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menegaskan bahwa negaranya tidak diwajibkan meningkatkan belanja pertahanan secepat negara-negara anggota NATO lainnya.
Sanchez juga menunjukkan sepucuk surat dari Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte yang diklaim sebagai bukti bahwa Spanyol diberi fleksibilitas khusus oleh aliansi militer tersebut.
Dalam surat bertanggal 22 Juni yang diunggah Sanchez ke platform X, Rutte menyatakan:
"Saya dengan ini mengonfirmasi bahwa kesepakatan dalam KTT NATO yang akan datang akan memberikan Spanyol fleksibilitas untuk menentukan jalur kedaulatannya sendiri dalam mencapai target kapabilitas dan sumber daya tahunan yang diperlukan sebagai bagian dari PDB, serta untuk menyerahkan rencana tahunan mereka sendiri."
"Selain itu, jalur dan keseimbangan pengeluaran di bawah rencana ini akan ditinjau kembali pada 2029."
Namun, pandangan Sanchez mendapat bantahan dari sejumlah diplomat NATO. Seorang pejabat diplomatik NATO yang berbicara kepada AFP secara anonim menyebutkan bahwa tidak ada negara anggota yang diberi opsi untuk keluar dari komitmen tersebut.
"Surat dari Rutte menegaskan bahwa semua negara anggota NATO memang memiliki hak menentukan sendiri bagaimana mereka akan memenuhi komitmennya," ujar diplomat tersebut, seraya menambahkan bahwa hal itu tidak berarti ada pengecualian bagi Spanyol.
Berdasarkan hitungan CNBC Indonesia, hampir tidak ada anggota NATO yang memiliki belanja pertahanan 5%. Belanja pertahanan AS pun hanya sekitar 3,5% dari PDB-nya pada 2024.
Jika ingin menggelontorkan 5% PDB untuk anggaran pertahanan maka AS akan menghabiskan anggaran sebesar US$ 1,38 triliun atau sekitar Rp 454.053,6 triliun.
Negara lain pun akan menghabiskan puluhan hingga ratusan triliun untuk militer. Berikut hitungan CNBC Indonesia jika skenario anggaran pertahanan 5% PDB diterapkan. PDB yang dipakai adalah nilai yang dihasilkan pada 2023.
Bagaimana dengan Indonesia?
Merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran fungsi pertahanan melonjak dari Rp 106,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 174,94 triliun pada 2024.
Kemudian, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai PDB Indonesia pada 2024 sebesar Rp22.139 triliun. Dengan demikian, anggaran fungsi pertahanan terhadap PDB sebesar 0,79%.
Dalam 10 tahun terakhir anggaran fungsi pertahanan terhadap PDB belum pernah menyentuh 1%. Anggaran tersebut menyebar di Kementerian Pertahanan hingga Kepolisian RI.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)