Ekonom AS Vs Sri Mulyani Bahas Tuntas Pajak RI: Ini Besaran Tarifnya

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi legendaris dari Amerika Serikat (AS), Arthur Laffer menyampaikan pandangannya tentang sistem perpajakan yang ideal. Menurutnya, peran utama pemerintah dalam ekonomi adalah menjadi wasit yang adil-bukan pemain yang ikut mencampuri secara berlebihan.

Laffer mengatakan "peran utama pemerintah dalam ekonomi adalah menjadi wasit yang adil, bukan pemain yang ikut mencampuri secara berlebihan. Ia menekankan bahwa sistem pajak sebaiknya "dikenakan secara netral, tidak memihak kelompok tertentu. Sistem terbaik adalah tarif rendah, basis pajak luas, dan tanpa banyak pengecualian atau celah" ungkapnya dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025, Rabu (18/6/2025).

Menurutnya, sistem ini akan meminimalisir distorsi, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan mendorong pertumbuhan.

Tak hanya soal pajak, Laffer juga menyoroti tiga hal besar dalam aspek makroekonomi:

  1. Pajak rendah dan sederhana,

  2. Belanja pemerintah yang terkendali,

  3. Uang yang sehat (sound money), yaitu mata uang stabil dengan suku bunga rendah untuk mendorong kontrak jangka panjang.

Baginya, pemerintah memang perlu hadir, untuk jalan, sekolah, pengadilan, dan pertahanan.

Tapi di luar itu, peran negara harus dibatasi. "Pernahkah kamu melihat orang miskin jadi kaya karena terus-menerus membelanjakan uangnya? Tentu tidak. Maka negara pun tak bisa begitu," tegas Laffer.

Sri Mulyani : Pajak untuk Keadilan Sosial

Menanggapi pandangan tersebut, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani turut hadir dan menjelaskan bahwa konteks Indonesia berbeda.

Sistem perpajakan di Indonesia dibentuk berdasarkan konstitusi UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila, di mana negara memegang mandat untuk menjalankan fungsi stabilisasi dan distribusi.

Menurutnya, pajak bukan sekadar instrumen ekonomi, tapi juga alat untuk mewujudkan keadilan sosial. Di sinilah konsep pajak progresif menjadi penting.

"Kita tidak mengenakan flat tax. Kita punya lima lapisan tarif (bracket), mulai dari 5%, 15%, 25%, hingga 35%. Ini mencerminkan fungsi distribusi, agar masyarakat yang lebih mampu membayar lebih besar," jelasnya.

Sri Mulyani juga menambahkan bahwa tarif pajak korporasi di Indonesia sebesar 22% tergolong menengah secara global. Namun alat fiskal utama pemerintah bukan hanya tarif, melainkan bagaimana hasil pajak tersebut dibelanjakan untuk kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.

Dalam UU baru yang mulai berlaku 2022, penghasilan kena pajak (PKP) yang dikenakan tarif 5% diperlebar dari mereka yang berpenghasilan Rp 50 juta/tahun menjadi Rp 60 juta/tahun. Kemudian, pemerintah mengenakan pajak lebih tinggi yakni 35% bagi orang kaya berpenghasilan di atas Rp 5 miliar/tahun.

Sebagai catatan berikut rincian bracket pajak berdasarkan pendapatan di Indonesia :

Dalam UU baru yang mulai berlaku 2022 ini, penghasilan kena pajak (PKP) yang dikenakan tarif 5% diperlebar dari mereka yang berpenghasilan Rp 50 juta/tahun menjadi Rp 60 juta/tahun. Kemudian, pemerintah mengenakan pajak lebih tinggi yakni 35% bagi orang kaya berpenghasilan di atas Rp 5 miliar/tahun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |