Analisis Penyebab IHSG Anjlok 2% Lebih

5 hours ago 1
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali anjlok pada perdagangan hari ini, Senin (23/6/2025).

Indeks turun 1,07% atau 73,66 poin pada awal perdagangan ke level 6.833,47. Sebanyak 64 saham naik, 279 turun, dan 225 tidak bergerak. Kapitalisasi pasar pun merosot jadi Rp 11.996,25 triliun.

Semenit kemudian IHSG ambruk tercatat turun hingga 2% lebih, namun perlahan mulai memangkas koreksi.

Nilai transaksi pada awal pembukaan perdagangan tercatat mencapai Rp 335 miliar yang melibatkan 512 juta saham dalam 35.387 kali transaksi.

Seluruh sektor perdagangan berada di zona merah dengan koreksi terbesar terjadi di sektor utilitas dan properti. Adapun koreksi paling kecil dicatatkan oleh sektor energi yang ditopang oleh melonjaknya sejumlah saham minyak dan gas. Saham Medco Energi Internasional (MEDC), Energi Mega Persada (ENRG), Perusahaan Gas Negara (PGAS) dan AKR Corporindo (AKRA) tercatat sebagai penopang IHSG tidak terjun lebih dalam.

Adapun saham blue chip kapitalisasi raksasa tercatat, khususnya yang bergerak di sektor perbankan kembali menjadi pemberat kinerja IHSG hari ini. Saham BBRI, TLKM, BMRI, BBCA dan TPIA tercatat menjadi 5 emiten yang menjadi beban utama IHSG hari ini.

Anjloknya IHSG terjadi seiring pelaku pasar yang masih berada dalam mode risk-off atau hati-hati, karena sejumlah kekhawatiran yang mencuat, terutama tensi geopolitik di Timur Tengah dan sejumlah rilis data ekonomi yang memperkuat sikap hawkish the Fed.

AS Gabung Israel Serang Iran

Presiden AS Donald Trump mengumumkan pasukan Amerika Serikat telah melancarkan serangan pada tiga lokasi nuklir di Iran, yakni di Fordow, Natanz, dan Isfahan, pada Sabtu malam (21/6/2025) Waktu setempat'

Dilansir dari Reuters, Trump menyebut militer AS menyerang tiga situs nuklir Iran tersebut dalam serangan yang "sangat sukses".

Trump telah mempertimbangkan serangan itu selama berhari-hari. Pesawat pembom B-2 Amerika digunakan dalam operasi akhir pekan itu.

Masuknya AS dalam konflik Israel-Iran ini membawa situasi geopolitik semakin memanas dan meluas. Keterlibatan AS bisa mengundang negara besar lain untuk terlibat mulai dari Rusia, China, hingga negara-negara Eropa.

Iran Blokade Selat Hormuz, Harga Minyak Dunia Mendidih

Parlemen Iran menyetujui langkah untuk menutup Selat Hormuz, jalur transit global yang sangat penting, sebagai respons atas serangan udara Amerika Serikat semalam terhadap situs nuklir Iran, demikian dilaporkan media pemerintah Iran pada Minggu.

Saluran milik negara, Press TV, melaporkan bahwa legislatif telah mencapai konsensus untuk menutup selat tersebut. Keputusan final berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Selat ini, yang memisahkan Iran dan Oman, merupakan jalur utama bagi pengiriman minyak dari negara-negara di Teluk Persia.

Selat tersebut menghubungkan Teluk Persia dengan laut lepas dan menjadi salah satu titik tersumbat minyak paling kritis di dunia.

Iran diketahui mengontrol dua jalur pelayaran strategis yang sangat penting bagi perdagangan minyak dunia, yaitu Selat Hormuz dan Laut Merah.

Selat Hormuz mengangkut sekitar 20% dari pasokan minyak dunia dan 30%-35% untuk LNG secara global. Sementara Laut Merah mengangkut sekitar 12% minyak dunia dan 6% LNG.

Kekhawatiran semakin diperparah karena Iran semalam menyatakan secara resmi memblokir selat Hormuz. Macquaite memproyeksikan harga minyak bisa sampai US$ 240 per barel, dengan asumsi 15 juta barel minyak per hari terganggu.

Sementara itu, Bloomberg memproyeksi harga minyak bisa tembus US$ 130 per barel dan mengimplikasi inflasi AS memanas sampai 3,9% secara tahunan (yoy).

Goldman Sachs dan perusahaan konsultan Rapidan Energy.Harga minyak bisa melonjak di atas US$$100 per barel jika selat itu ditutup dalam waktu lama.

Kenaikan harga minyak bisa berdampak luas terhadap inflasi global. Inflasi yang semakin memanas ini cukup dikhawatirkan karena bisa menunda prospek penurunan suku bunga dan membawa efek suku bunga tinggi bertahan lebih lama.

Outloook ekonomi akan kembali risk off dan perhatian akan beralih ke aset yang sensitif terhadap sektor energi dan komoditas, serta aset untuk safe haven seperti emas.

Harga minyak dunia sudah terbang 11% sejak perang Iran vs Israel meletus pada 13 Juni 2025.

Menanti Seputar Data Ekonomi AS & Pidato Powell

Selain mencermati konflik geopolitik di Timur Tengah yang memanas setelah AS ikut campur. Dari negeri Paman Sam juga punya banyak agenda penting pekan depan, mulai dari rilis data ekonomi, jadwal Federal Reserve (The Fed), hingga laporan keuangan dari sejumlah emiten besar.

Dari sisi data ekonomi, perhatian utama akan tertuju pada data Core PCE (Personal Consumption Expenditures) bulan Mei, yang merupakan indikator inflasi favorit The Fed. Data PCE akan dikeluarkan pada Kamis (26/6/2025).

Jika data inflasi AS (Core PCE) masih tinggi, bisa memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan tetap mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, yang biasanya membuat investor asing cenderung keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Selain itu, pemerintah AS juga akan merilis estimasi ketiga untuk pertumbuhan GDP kuartal I/2025 pada Kamis (26/6/2025).

Selain data ekonomi, dunia juga menunggu pidato Chairman The Fed Jerome Powell di hadapan senat. Pernyataan Jerome Powell juga ditunggu pasar, karena ia dijadwalkan menyampaikan laporan kebijakan moneter setengah tahunan ke DPR dan Senat AS pada Selasa dan Rabu.

Powell akan menyampaikan Laporan Kebijakan Moneter Semesteran kepada Kongres di hadapan U.S. House Financial Services Committee pada Selasa (24/6/2025).

Besoknya pada Rabu, Powell akan menyampaikan hal yang sama di hadapan U.S. Senate Committee on Banking, Housing, and Urban Affairs.

Pidato Powell ini sangat ditunggu setelah memanasnya kondisi Timur Tengah. The Fed dalam keputusannya pekan lalu memilih untuk mempertahankan suku bunga. Namun, The Fed justru semakin pesimis terhadap laju pemangkasan suku bunga ke depan.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article IHSG Dibuka Menguat Tipis, Investor Masih Cerna Data Ekonomi RI

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |