Hormuz Mau Ditutup-Timur Tengah Panas, Ini Gambaran Efek Bahaya ke RI

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Eskalasi perang Iran-Israel semakin meluas setelah Amerika Serikat (AS) menyerang tiga fasilitas nuklir Iran, Minggu (22/6/2025), waktu setempat. Hal ini pun berbuntut pada ancaman penutupan Selat Hormuz.

Diberitakan, parlemen Iran mendukung penutupan salah satu rute perdagangan terpenting untuk minyak mentah di dunia itu. Demikian media Iran mengutip seorang anggota parlemen senior. Meski, keputusan akhir berada di tangan dewan keamanan nasional Iran.

Lantas, apa bahayanya bagi Indonesia jika Selat Hormuz ditutup?

Sebelumnya hal ini telah diperingatkan oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dalam keterangan tertulisnya pada 17 Juni 2025 lalu, Menperin mengingatkan agar industri di dalam negeri bersiap menghadapi dampak perang Israel-Iran.

Dia mengatakan, eskalasi konflik militer antara Iran dengan Israel telah memicu gangguan signifikan di pasar global. Tak terkecuali, ujarnya, sektor manufaktur yang menghadapi risiko kenaikan biaya produksi, peningkatan biaya logistik dan pelemahan permintaan ekspor.

Ditambahkan, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia sangat rentan terhadap gejolak harga energi dan  pangan dunia, dan gangguan rantai pasok bahan baku.

Dia menjelaskan, dampak langsung konflik Iran-Israel paling terlihat di pasar energi, di mana peran Timur Tengah sebagai penghasil minyak utama, yang menyumbang hampir 30% produksi global, membuat pasar waspada.

Gangguan produksi energi Iran yang produksinya mencapai 3,2 juta barel per hari, terangnya, akan memicu gangguan pasokan sekaligus memicu fluktuasi harga energi di pasar internasional.

Tak hanya itu, volatillitas harga energi dunia ini juga semakin tinggi seiring dengan munculnya ancaman penutupan selat Hormuz yang telah menjadi urat nadi jalur pasokan energi dunia.

"Industri dalam negeri diminta lebih efisien dalam penggunaan energi dalam proses produksi. Penggunaan energi lebih efisien dari berbagai sumber dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri. Hal ini juga sekaligus mendukung kedaulatan energi nasional sebagaimana telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo," katanya, dikutip Senin (23/6/2025).

Perang Israel-Iran, imbuh dia, memperlihatkan kerentanan terhadap rantai pasok global, terutama bagi industri manufaktur Indonesia.

Karena itu, sebutnya, penting memitigasi risiko dampak perang Iran-Israel terhadap industri. Terutama ketergantungan industri dalam negeri pada energi impor sebagai bahan baku maupun komponen input produksi.

"Rute perdagangan maritim kritis, termasuk Selat Hormuz yang menangani 30% pengiriman minyak global, dan Terusan Suez, jalur bagi 10% perdagangan dunia, berisiko mengalami gangguan," ujar Menperin.

Menperin menyoroti konflik di Timur Tengah yang turut mengorbankan Terusan Suez-Laut Merah. Kata dia, serangan baru-baru ini terhadap kapal komersial telah memaksa pengalihan rute melalui Tanjung Harapan di Afrika, menambah waktu pengiriman Asia-Eropa sebanyak 10-15 hari dan meningkatkan biaya kontainer sebesar 150-200%," tambah Menperin.

Gangguan itu, jelasnya, berdampak pada sejumlah sektor industri di Indonesia.

"Contohnya sektor otomotif dan elektronik, yang bergantung pada komponen impor untuk 65% produksinya, menghadapi kelangkaan semikonduktor dengan waktu tunggu hingga 26 minggu-berpotensi menimbulkan kerugian ekspor sebesar $500 juta," beber Menperin.

"Selanjutnya, industri tekstil dan alas kaki, salah satu penghasil ekspor utama, melihat margin laba menyusut 5-7% akibat kenaikan biaya logistik, mengurangi daya saing dibandingkan pesaing regional seperti Vietnam dan Bangladesh," paparnya.

Sementara itu, lanjut dia, sektor nikel dan baja Indonesia, yang penting bagi transisi energi global, menghadapi kenaikan biaya transportasi batubara sebesar 15-20%. Dan, pengiriman tiga hingga empat minggu, mengancam kerugian ekspor sebesar US$1,2 miliar.

Ketahanan Pangan Terancam

Perang Israel-Iran dan potensi semakin meluas dan memanasnya konflik di Timur Tengah juga dikhawatirkan mengancam ketahanan pangan di Tanah Air.

Sebab, paparnya, Indonesia mengimpor pupuk dan bahan baku pupuk berbasis NPK, seperti fosfat. Diperkirakan, sekitar 64% di antaranya berasal dari Mesir yang terletak strategis di kawasan Timur Tengah.

"Selain Mesir, Indonesia juga mengimpor sejumlah kecil bahan baku pupuk dari negara-negara Timur Tengah lainnya. Meski volume impor dari negara-negara tersebut relatif kecil, potensi dampaknya tetap signifikan apabila terjadi konflik di kawasan tersebut," terang Menperin.

"Konflik di Timur Tengah dapat mengganggu rantai pasok global, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan lonjakan harga pupuk di dalam negeri dan mempengaruhi sektor pertanian nasional. Kekurangan berkepanjangan dapat mengurangi hasil panen padi sebesar 10-15%, mengancam kemajuan
swasembada yang baru dicapai saat ini," cetusnya.

Dia mengingatkan, kekurangan berkepanjangan dapat mengurangi hasil panen padi sebesar 10-15%, mengancam kemajuan swasembada yang baru dicapai.

"Impor gandum, yang mencapai 11 juta metrik ton per tahun juga berisiko, dengan 60% berasal dari wilayah dekat zona konflik. Hal ini telah berkontribusi pada kenaikan harga roti sebesar 8%, semakin membebani anggaran rumah tangga," tambah Menperin.

Namun di sisi lain, Menperin memandang konflik Timur Tengah ini sebagai momentum strategis untuk memperkuat hilirisasi dan kemandirian industri dalam negeri.

"Di tengah tantangan global, justru terbuka ruang bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku dan produk energy dan pangan luar negeri. Hilirisasi bukan hanya soal nilai tambah ekonomi, tapi juga soal kedaulatan energi dan pangan Indonesia," sebutnya.

"Dukungan pemerintah akan terus diberikan dalam bentuk insentif, fasilitasi investasi, hingga kebijakan fiskal untuk mempercepat transformasi industri ke arah yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi," ucapnya.

Dengan begitu, dia berharap Indonesia mampu menjaga stabilitas sektor industri dan ekonomi secara keseluruhan. Sekaligus meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai tekanan global.

"Ketahanan pangan dan energi bukan hanya tanggung jawab sektor primer, tapi juga sektor industri. Dan industri manufaktur Indonesia harus jadi garda terdepan untuk mewujudkannya," pungkas Menperin.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Bos Pengusaha Jakarta Minta Bersiap Siaga Usai Israel Serang Iran

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |