Lestari Moerdijat: Interaksi Anak-anak di Ruang Digital Harus Ditata

5 hours ago 1

Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) menegaskan penataan ruang digital harus mampu mewujudkan perlindungan setiap warga negara, sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.

"Interaksi anak-anak di ruang digital harus ditata, agar keterhubungan di dunia maya tidak berbuah menjadi bahaya," kata Rerie dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Hal tersebut ia sampaikan pada sambutan dalam diskusi daring bertema Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk Melindungi Anak di Ranah Digital yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (18/6).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Rerie, berdasarkan laporan We Are Social pada Digital 2025 Global Overview Report, per April 2025, dari total 223 juta pengguna internet di Indonesia sekitar 98,7% lebih sering internetan menggunakan HP dibanding perangkat lainnya.

"Peningkatan jumlah pengguna dan kebiasaan mengakses internet, mesti diantisipasi untuk mengurangi kecanduan sekaligus melindungi anak-anak Indonesia dari arus informasi yang tak terkontrol," ujar Rerie.

"Ancaman nyata yang dihadapi yaitu fenomena kecanduan internet pada rutinitas sehari-hari, sudah mempengaruhi pengaturan emosi anak," lanjut anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat membangun komitmen yang kuat untuk menjalankan sejumlah kebijakan di ruang digital yang mampu melindungi sekaligus mencerdaskan setiap anak bangsa.

Kepala Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik YouTube Asia Tenggara, Danny Ardianto mengungkapkan perlindungan anak merupakan area penting yang menjadi prioritas pengembang platform seperti Google.

"Misi Google secara umum adalah mengelola informasi di dunia agar lebih bermanfaat bagi masyarakat dunia, termasuk anak," kata Danny.

Danny mengungkapkan, bagi masyarakat usia di bawah 18 tahun, pihaknya menerapkan kebijakan khusus dalam menciptakan platform ramah anak, seperti platform itu diciptakan untuk memberdayakan, didesain untuk menghargai, dan platform itu dibangun untuk melindungi.

"Saat ini banyak metode untuk mengakses internet. Pada ranah ini bukan merupakan kewenangan dari penyedia platform seperti Google," ujar Danny.

Danny menegaskan pilihan itu sepenuhnya ada di tangan setiap individu dan keluarganya. Meski diakui Danny, pihak penyedia platform digital secara teknis juga sudah berupaya agar produk yang dihasilkan sesuai dengan usia penggunanya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Andina Thresia Narang mengungkapkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJI) 2024 mencatat 75% anak usia 5-17 tahun sudah terhubung dengan internet. Selain itu, Andina menjelaskan pada 2023 tercatat 11.000 konten digital terpapar eksploitasi seksual di ranah digital.

"Kondisi tersebut perlu disikapi dengan penguatan pengawasan dan tata kelola platform digital atau penyelenggara sistem elektronik (PSE)," ujar Andina.

Menurut Andina, tantangan perlindungan anak di ruang digital antara lain dalam hal menegakkan sistem verifikasi usia, kontrol terkait konten seksual yang mudah diakses, sulitnya pengawasan terhadap PSE asing, dan kurangnya literasi digital masyarakat.

Andina juga menegaskan pihaknya sebagai legislator mendukung regulasi perlindungan digital, fungsi anggaran yang mendukung peningkatan literasi digital dalam upaya perlindungan anak. Andina berpendapat, kebijakan perlindungan anak di ruang digital akan lebih baik bila dalam bentuk undang-undang.

"Namun bila belum bisa terwujud sosialisasi dan pelaksanaan PP No. 17/2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), harus benar-benar serius dipahami dan dilaksanakan oleh semua pihak terkait," tegas Andina.

Sekretaris Ditjen Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Mediodecci Lustarini mengungkapkan peningkatan akses internet dan telepon seluler anak Indonesia pada rentang waktu 2020-2023 tercatat cukup tinggi sekitar 25%.

"Namun peningkatan akses tersebut tidak disertai dengan peningkatan literasi digital masyarakat dalam pemanfaatan internet yang aman, ujar Mediodecci.

Lahirnya PP Tunas pada Maret 2025 lalu, tambah Mediodecci, sejatinya merupakan safety measure untuk memastikan perlindungan di ruang digital yang aman. Menurutnya, salah satu prinsip pengaturan pada PP Tunas menugaskan PSE antara lain untuk memastikan berlangsungnya standar-standar keamanan di ruang digital seperti adanya persetujuan orang tua bila ada anak yang akan mengaktifasi akun dan perlunya pengaturan konten sesuai dengan rentang usia anak.

Komisioner KPAI, Kawiyan mengungkapkan anak-anak Indonesia saat ini dalam ancaman kekerasan di ranah digital, dengan maraknya judol, bullying, hingga pembunuhan yang dipicu konten-konten di ruang digital.

Kawiyan menilai, rentannya anak-anak terhadap kekerasan di ruang digital dipicu tingginya jumlah pengguna internet di kalangan anak-anak.

"Faktor rendahnya literasi digital anak dan orang tua sangat menentukan tingkat kerentanan tersebut," tegas Kawiyan.

Kawiyan berpendapat, perlu regulasi terkait PSE untuk mewujudkan ruang digital yang aman bagi anak. Selain itu, lanjut Kawiyan, dukungan dari masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan memahami kebijakan yang ada sangat diperlukan.

Pada kesempatan itu, Kandidat doktor dari UPSI, Malaysia Ratin Wahyu Juni Atma sepakat bahwa ranah digital bermanfaat untuk ruang bermain, belajar, dan menumbuhkan kreativitas anak. Menurut Ratin, yang harus dilakukan adalah mewujudkan keamanan anak-anak di ruang digital itu.

Selain itu, Ratin menegaskan perlunya penguatan literasi digital melalui ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Ratin juga menilai perlu adanya mekanisme untuk merespon dengan cepat bila ada penyalahgunaan atau pelanggaran dalam upaya mewujudkan ruang digital yang aman.

Diakui Ratin, tantangan di ruang digital tidak bisa diatasi sendiri-sendiri, harus melibatkan para pemangku kepentingan untuk merealisasikan perlindungan yang berkelanjutan bagi anak di ruang digital.

Sebagai informasi, diskusi ini dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Arimbi Heroepoetri itu menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI, Andina Thresia Narang; Sekretaris Ditjen Pengawasan Ruang Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Mediodecci Lustarini; Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI, Kawiyan dan Kepala Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik YouTube Asia Tenggara, Danny Ardianto sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula, (Dr. Candidate) Universiti Pendidikan Sultan Idris /UPSI, Malaysia), Ratin Wahyu Juni Atma sebagai penanggap.

(ega/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |