Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri Mei 2025 di atas level 7100, menguat lebih dari 7% dalam sebulan dan menandai pemulihan tercepat sejak krisis 2008.
Jika kita tarik mundur, IHSG sejak Januari - April mengalami penurunan signifikan yang terbilang momen langka dan biasanya terjadi ketika krisis.
Terhitung dari level 7200 sampai ke bawah 6000 terjadi sejak 22 Januari sampai 9 April 2025 atau sekitar 11 minggu. Dari periode ini, IHSG mengalami outflow besar-besaran sampai lebih dari Rp50 triliun.
Ini terjadi karena kekhawatiran pasar akibat dampak ketidakpastian tarif Trump sampai gejolak rupiah yang melemah mendekati level Rp17.000/US$, atau level terendah sepanjang masa.
Namun, setelah itu, IHSG menguat dengan cepat, sampai penutupan Mei 2025, membutuhkan waktu sekitar 6 minggu untuk IHSG kembali ke level 7100. Bahkan sempat menyentuh level tertinggi pada 26 Mei lalu di posisi 7.240,08 secara intraday.
Reli IHSG yang cepat ini menandai pemulihan tercepat yang pernah terjadi sejak krisis 2008. Pada saat itu, waktu yang diperlukan untuk IHSG pulih ke dari bottom ke high berikutnya adalah 22 minggu.
Meskipun IHSG belum mendekati zona All Time High (ATH) lagi, tetapi sentimen pasar kini sudah semakin membaik, terutama dari internal.
Mulai dari langkah Bank Indonesia (BI) yang sudah curi start menurunkan suku bunga, defisit transaksi berjalan (current account) menyempit, stimulus fiskal kembali digulirkan, sampai rupiah menguat dengan cepat kembali ke level Rp16.200/US$.
Akumulasi hal-hal positif dari dalam negeri ini membuat asing kembali mengakumulasi saham RI. Dalam sebulan di pasar regional asing mencatatkan net inflow lebih dari Rp6 triliun.
JPMorgan, salah satu institusi investasi dan keuangan global pada 19 Mei lalu melaporkan kenaikan rating untuk pasar emerging market menjadi Overweight dari sebelumnya netral yang dilaporkan pada Maret.
Pasar emerging market termasuk di dalamnya ada Indonesia di nilai menarik seiring dengan valuasi yang lebih atraktif dibandingkan pasar saham negara maju.
JPMorgan menilai pasar emerging market semakin menarik seiring dengan re-alokasi dana investor yang terjadi akibat penurunan kekuatan the greenback sejak awal tahun ini, ditambah yield obligasi AS terus naik usai Moody's menurunkan peringkat kredit-nya.
Meski begitu, dalam jangka pendek tetap perlu diantisipasi adanya lanjutan koreksi normal, mengingat reli yang cepat telah membawa IHSG ke titik resistance di level 7200, ditambah ada libur panjang membuat perdagangan di pasar relatif sepi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(tsn/tsn)