Jakarta, CNBC Indonesia - Iran telah memutuskan untuk menutup Selat Hormuz seiring dengan memanasnya konflik dengan Israel, ditambah dengan keterlibatan Amerika Serikat (AS).
Bagi dunia, Selat Hormuz ini berperan penting sebagai jalur transportasi minyak mentah, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga gas alam cair (LNG). Sekitar 20% kebutuhan minyak dunia melintasi Selat Hormuz ini.
Lantas, bagaimana dampaknya bagi Indonesia?
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Periode 2016-2019 Arcandra Tahar mengungkapkan rencana penutupan Selat Hormuz akan berdampak pada pasokan minyak mentah ke Indonesia.
Pasalnya, Arcandra menyebutkan, Indonesia mengimpor minyak mentah sekitar 200.000 barel per hari (bph) melalui Selat Hormuz, dalam lima tahun terakhir.
"Yang kita harus lihat adalah, ini berapa besar sih impor kita dari kawasan yang melewati Selat Hormuz. Yang berpengaruh kan itu. Kalau saya lihat data beberapa tahun ya, 2020, 2021, 2022, 2023, itu antara 150 ribu sampai 200 ribu barrels per day," paparnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (25/6/2025).
Impor minyak melalui Selat Hormuz ini terutama karena Indonesia membeli minyak mentah hingga Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari negara-negara jazirah Arab, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, dan lainnya.
"Yang kita impor dari Middle East itu salah satunya dari Aramco (asal Arab Saudi). Kalau nggak salah kilangnya Cilacap itu menggunakan minyak dari Arab," tambahnya.
Namun memang, dia mengakui, Indonesia juga banyak mengimpor minyak mentah tanpa melalui Selat Hormuz. Adapun jumlah impor minyak mentah RI yang tidak melintasi Selat Hormuz ini menurutnya mencapai 400.000 bph.
Ini artinya, Indonesia mengimpor minyak mentah sekitar 600.000 bph, di mana 33% atau sepertiganya melintasi Selat Hormuz.
Selain minyak mentah, Indonesia juga mengimpor BBM sekitar 700.000 bph. Namun sayangnya, dia tak menyebut berapa besar impor BBM RI yang melalui Selat Hormuz ini.
"Kalau BBM, kita impor itu sekitar kebutuhan kita mungkin 1,5 juta barrels per day. Kilang Pertamina menghasilkan mungkin 800 ribu (bph). Kita impor BBM itu sekitar 700 ribu barrels per day," ujarnya.
Impor Minyak dari Timur Tengah
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi sepanjang 2024 tercatat mencapai 3,43 juta ton dengan nilai mencapai US$ 2,05 miliar. Selain minyak mentah, Indonesia juga mengimpor produk BBM dan LPG dari Arab.
Pada 2024, Indonesia tercatat mengimpor produk BBM dari Arab Saudi sebesar 1,18 juta ton dengan nilai US$ 825 juta. Sementara impor liquefied propane dan butane atau LPG mencapai 612,53 ribu ton atau senilai US$ 381,82 juta.
Dari Kuwait, Indonesia mengimpor LPG 398,36 ribu ton dengan nilai US$ 243,13 juta. Sementara dari Uni Emirat Arab (UEA), Indonesia mengimpor produk BBM sebesar 964,59 ribu ton dengan nilai US$ 691,17 juta. Lalu, impor LPG dari UEA sebesar 639,8 ribu ton dengan nilai US$ 385,02 juta.
Begitu juga dari Qatar, RI mengimpor LPG 740,35 ribu ton dengan nilai US$ 403,54 juta, dan impor produk BBM 124,59 ribu ton dengan nilai US$ 124,06 juta sepanjang 2024.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
RI Rentan Terkena Dampak Negatif Perang, Ini Risikonya