Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan maskapai penerbangan di dalam negeri mengeluhkan banyaknya biaya dalam industri penerbangan yang harusnya bisa ditekan khususnya dari biaya perawatan pesawat terkait kebijakan di kementerian keuangan dan perdagangan. Kondisi ini berdampak pada harga tiket pesawat terbang yang harus ditanggung oleh konsumen.
Presiden Direktur Lion Air Group, Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi, yang mewakili para maskapai dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Kamis (22/5/2025) menjabarkan bahwa hal ini berbeda dengan situasi di negara lain.
"Concern kita adalah kembali lagi kaitannya (regulasi) kementerian/lembaga, khususnya terkait dengan pengadaan impor barang sparepart. Bandingkan dengan Malaysia-Singapura, impor atau bea masuk kita masih sekitar 37,9 persen, di Malaysia itu 14 persen, Singapura 0 (persen)," kata Daniel dikutip Jumat (23/5/2025).
Padahal impor barang sparepart diperlukan untuk perawatan pesawat atau yang biasa disebut maintenance, repair, and overhaul (MRO). Seiring bertambahnya usia pesawat maka biaya MRO dari tahun ke tahun semakin besar.
Maskapai pun sudah mencoba menurunkan biaya dengan menjalin komunikasi intens dengan kantor Kementerian Keuangan di bawah Menkeu Sri Mulyani dan Kementerian Perdagangan di bawah Mendag Budi Santoso.
"Kami coba diskusi dengan Kementerian Keuangan membahas PMK 81/2024, dengan Kementerian Perdagangan (membahas) Permendag 3/2024 untuk membantu supaya paling tidak MRO itu diberikan kesempatan untuk boleh mengimpor (sparepart pesawat tanpa bea masuk), sama seperti airlines," ujar Daniel.
Tingginya biaya perawatan terlihat dari ongkos maintenance, dimana pada 2019 hanya 7,30 persen. Namun hanya enam tahun berselang biaya MRO naik 3x lipat sampai 20,14 persen di 2025.
"Bagaimana sebetulnya menekan (tarif pesawat), komponen tadi (biaya maintenance) yang sebetulnya bisa ditekan, khususnya (impor) sparepart. Pesawat-pesawat kita di Indonesia semakin lama semakin tua," sebut Daniel.
Apalagi tidak semua maskapai memiliki tempat perawatan sendiri di Indonesia, sebagian harus dikirim ke luar, itu pun masih harus dipungut pajak.
"Kita harus tetap kirim ke luar. Begitu barang ini masuk ke Indonesia, terkenalah aturan-aturan PMK dan permendag tadi (bea masuk dan lartas)," keluhnya.
Besarnya pungutan pajak untuk perawatan tergolong besar, hal itu membuat maskapai kian kesulitan dan mau tidak mau membuat harga tiket pesawat termasuk domestik menjadi tinggi, hal yang dikeluhkan oleh banyak masyarakat.
"Kalau dirata-ratakan 0 persen-30 persen, bea masuk itu 17,2 persen. Ditambah PPN 12 persen, PPh 2,5 persen, maka biaya impor kita hampir 32 persen. Ini juga menggunakan mata uang asing. Inilah yang menjadi concern kita kenapa akhirnya di 2025 cost maintenance menjadi tinggi," ujar Daniel.
(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan - Elon Musk Mundur Dari Doge
Next Article Jelang Tahun Baru, Harga Tiket Pesawat dari Jakarta ke Bali Turun Jauh