Tak Pakai Semen, Ini Alasan Gedung Romawi Bisa Tetap Kokoh 2.000 Tahun

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Bangunan peninggalan Romawi kuno seperti Colosseum, Pantheon, akuaduk, hingga tembok pelabuhan masih berdiri kokoh selama ribuan tahun.

Rahasia di balik keawetan luar biasa ini ternyata terletak pada bahan utama yang mereka gunakan, yakni beton Romawi dengan kandungan "quicklime" atau kapur tohor yang memberi kemampuan self-healing atau memperbaiki diri secara otomatis.

Studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengumpulkan sampel beton dari tembok kota kuno di Privernum, sebuah situs arkeologi berusia 2000 tahun di dekat Roma.

Di laboratorium, para peneliti fokus pada endapan kalsium kecil yang tertanam dalam beton yang dikenal sebagai gumpalan kapur (lime lumps).

Penelitian yang dilakukan oleh ahli kimia Admir Masic dan tim ini, berhasil mengungkap bahwa penggunaan quicklime dalam campuran beton Romawi memicu reaksi kimia eksotermis yang menghasilkan panas tinggi saat terkena air. Akibatnya, kapur tidak larut sepenuhnya dan membentuk gumpalan kapur di dalam struktur beton.

Ketika terjadi retakan kecil dan air masuk ke dalam beton, seperti saat hujan, gumpalan ini akan larut kembali dan mengisi celah yang terbentuk, membuat beton "sembuh" secara alami.

Dalam pengujian laboratorium, beton Romawi yang direplikasi mampu menutup retakan hingga 0,6 mm, jauh lebih unggul dibanding beton modern yang hanya mampu memperbaiki retakan mikro hingga 0,3 mm.

"Ini memiliki dampak yang luar biasa," kata Masic, dikutip dari laman Science, Jumat (23/5/2025).

Adapun komposisi beton Romawi terdiri dari kapur tohor quicklime, air, tephra (abu dan batuan vulkanik)

Sementara beton modern biasanya terbuat dari semen Portland, yakni campuran batu kapur, tanah liat, pasir, kapur, dan bahan-bahan lain yang digiling dan dibakar pada suhu panas. Beton ini juga mulai hancur hanya dalam waktu 50 tahun. Sedangkan beton Romawi, sebaliknya, sudah membuktikan ketangguhannya selama lebih dari dua milenia.

Tak hanya lebih awet, versi beton self-healing ala Romawi ini juga berpotensi menjadi solusi ramah lingkungan dan hemat biaya. Produksi semen menyumbang sekitar 8% emisi gas rumah kaca global. Dengan menggunakan quicklime dan metode ala Romawi, biaya produksi bisa ditekan dan emisi bisa dikurangi signifikan.

Penelitian ini dapat membantu para insinyur meningkatkan kinerja beton modern, kata Marie Jackson, seorang ahli geologi yang mempelajari beton Romawi kuno di University of Utah, tetapi tidak terlibat dalam penelitian ini.

Meski Romawi bukan pencipta pertama beton, mereka adalah yang pertama kali menggunakannya dalam skala besar. Pada tahun 200 SM, beton digunakan di sebagian besar proyek konstruksi mereka.

"Semakin banyak kita belajar dari teknologi konstruksi kuno, semakin baik hasil yang bisa kita capai dalam pembangunan modern," ujar Jackson.


(dem/dem)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Inovasi Bosch Ciptakan Produk Hemat & Ramah Lingkungan

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |