Jakarta, CNBC Indonesia- Ungu, lonjong, dan akrab di dapur kita, terong- ternyata merupakan salah satu kebanggaan Indonesia. Di tengah dominasi pangan global yang kerap berpusat pada gandum, kedelai, atau jagung, satu fakta menarik justru mencuat, Indonesia kini termasuk dalam lima besar produsen terong terbesar di dunia, bersanding dengan raksasa agrikultur seperti India dan China.
Menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Population Review tahun 2023-2024, Indonesia menghasilkan sekitar 0,5 juta ton terong setiap tahun.
Meski jauh di bawah India yang mencetak produksi 12,9 juta ton, pencapaian Indonesia tetap signifikan-mengungguli negara-negara seperti Filipina, Thailand, bahkan negara Eropa sekalipun dalam komoditas ini.
Apa yang membuat terong istimewa? Dalam banyak budaya, termasuk Indonesia, terong adalah bahan masakan yang bisa digoreng, dibakar, ditumis, hingga dijadikan sambal. Di dapur Nusantara, ia hadir dalam ragam warna-ungu tua, hijau muda, hingga putih susu-dan bertransformasi jadi sajian seperti sambal terong, balado, hingga sayur lodeh. Produksi yang cukup tinggi ini sebagian besar berasal dari lahan pertanian rakyat, bukan industri besar, menunjukkan kekuatan produksi kecil yang tersebar.
Di negara-negara lain, terong juga menjadi bagian penting dalam budaya kuliner. Di India, ia diolah menjadi baingan bharta atau kari pedas isi rempah.
Di China, terong ditumis dengan saus bawang dan kecap hitam. Sementara di Turki, terong bahkan menjadi bahan utama imam bayıldı-hidangan klasik yang namanya berarti "imam pingsan saking enaknya". Namun, hanya beberapa negara yang berhasil mengangkat produksinya ke tingkat nasional secara konsisten, dan Indonesia kini menjadi salah satunya.
Yang menarik, terong secara ilmiah termasuk buah, bukan sayur, karena mengandung biji dan tumbuh dari bunga tanaman.
Dia juga mengandung antioksidan seperti nasunin, terutama di kulit ungunya, yang membantu melindungi sel tubuh dari kerusakan oksidatif. Beberapa varietas bahkan sudah mendapat pengakuan indikasi geografis (GI) di India karena keunikan bentuk, rasa, atau kandungan gizinya. Di Indonesia, potensi ini belum tergarap serius.
Posisi Indonesia di lima besar dunia membuka peluang baru, baik untuk diversifikasi ekspor hortikultura, pengembangan bibit unggul, maupun sebagai bagian dari diplomasi kuliner global.
Di saat dunia mulai kembali menaruh minat pada pangan lokal dan tanaman adaptif iklim tropis, terong Indonesia punya kesempatan untuk tampil lebih strategis, tak hanya jadi bahan lauk, tapi jadi simbol ketahanan dan kedaulatan pangan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(emb/emb)