Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) kembali dibuat ketar-ketir oleh manuver teknologi militer China. Kali ini, kekhawatiran AS muncul dari perusahaan kecerdasan buatan (AI) asal Hangzhou, DeepSeek.
Perusahaan yang sempat menghebohkan industri teknologi AS itu dituding secara aktif mendukung operasi militer dan intelijen Negeri Tirai Bambu. Pejabat senior AS menyebut bahwa startup teknologi ini mencoba menggunakan perusahaan cangkang di Asia Tenggara untuk memperoleh chip semikonduktor canggih yang dilarang dikirim ke China berdasarkan peraturan ekspor AS.
DeepSeek juga disebut menyuplai teknologi dan data kepada Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) serta aparat pengawasan Beijing.
Perusahaan AI ini mengejutkan dunia teknologi pada Januari lalu dengan mengklaim bahwa model kecerdasan buatannya (reasoning model) setara atau bahkan lebih baik daripada model AI terdepan milik perusahaan AS, dengan biaya yang jauh lebih murah.
"Kami memahami bahwa DeepSeek secara sukarela telah dan kemungkinan akan terus memberikan dukungan kepada operasi militer dan intelijen China," kata seorang pejabat senior dari Departemen Luar Negeri AS dikutip dari Reuters, Selasa (24/6/2025).
"Upaya ini lebih dari sekadar akses terbuka terhadap model AI DeepSeek," lanjut pejabat tersebut.
Penilaian pemerintah AS terhadap aktivitas dan hubungan DeepSeek dengan pemerintah China belum pernah dilaporkan sebelumnya. Informasi ini muncul di tengah perang dagang besar-besaran antara AS dan China.
Lebih dari 150 dokumen pengadaan militer China disebut menyebut nama DeepSeek, mulai dari institusi riset pertahanan hingga unit utama PLA. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan teknologi tersebut punya peran strategis dalam pengembangan kekuatan militer generasi baru China.
Pejabat tersebut juga menyatakan bahwa DeepSeek menggunakan celah hukum untuk mendapatkan akses terhadap chip-chip canggih buatan AS, seperti Nvidia H100, yang telah dibatasi sejak 2022 karena kekhawatiran AS bahwa chip ini bisa mempercepat pengembangan kekuatan militer dan AI China.
"DeepSeek berusaha menggunakan perusahaan cangkang di Asia Tenggara untuk menghindari kontrol ekspor, serta mencoba mengakses pusat data di kawasan itu untuk memakai chip buatan AS secara remote," ujarnya.
Tak hanya itu, DeepSeek juga menjadi sorotan karena diduga mengirim data pengguna global, termasuk dari AS, ke server milik China melalui infrastruktur yang terhubung dengan China Mobile, operator telekomunikasi milik negara. Tuduhan ini muncul di tengah kekhawatiran soal kebocoran data dan pengawasan digital skala besar.
Di sisi lain, layanan AI DeepSeek tetap ditawarkan lewat platform cloud besar seperti Amazon Web Services, Microsoft Azure, dan Google Cloud, sehingga bisa diakses secara global.
Namun keberadaan hukum China yang mewajibkan perusahaan menyerahkan data jika diminta menimbulkan alarm serius soal keamanan data pengguna internasional.
Meskipun pihak DeepSeek belum merespons tuduhan ini, laporan tersebut mempertegas bahwa persaingan teknologi antara AS dan China kini tak sekadar soal ekonomi, tetapi juga soal kekuatan militer.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gemparkan Wallstreet-AS, Deepseek Langsung Kena Serangan Siber