Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia mengawali pekan ini dengan bergerak di zona hijau. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di level 7.163 dengan level tertinggi di 7.174 dan level terendah di level 7.157.
Pada detik berikutnya indeks saham lanjut menguat 0,76% atau 53,8 poin ke level 7.171.
Sebanyak 80 saham turun, 225 naik, dan 225 saham tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 320,7 miliar yang melibatkan 361,2 miliar saham dalam 28.325 kali transaksi.
Mengutip Refinitiv, sektor bahan baku memimpin penguatan dengan kenaikan 2,31%. Lalu diikuti oleh utilitas (1,51%) dan teknologi (1,34%).
Saham TPIA menjadi penggerak utama IHSG pagi ini dengan kontribusi 16,43 indeks poin. Selain itu saham pelat merah juga menjadi penopang IHSG, seperti BBRI dengan sumbangsih 6,11 indeks poin, TLKM 5,7 indeks poin, dan BMRI 2,2 indeks poin.
Pasar keuangan Tanah Air berjalan tak seirama pada perdagangan kemarin, Senin (16/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus ditutup di zona pelemahan, sementara rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup di zona penguatan.
Akan tetapi IHSG diperkirakan dapat berbalik arah pada perdagangan hari ini usai menguatnya Wall Street dan Bursa Asia lainnya pada perdagangan kemarin.
Di sepanjang pekan ini, pergerakan IHSG maupun rupiah diperkirakan akan sangat volatile. Lantaran Iran menolak perundingan gencatan sengaja dengan Israel, utang luar negeri Indonesia yang naik, hingga penantian para investor dari kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) hingga Bank Indonesia (BI).
Harapan gencatan senjata antara Israel dengan Iran dapat menguntungkan pasar ekuitas. Namun dari sisi lain, investor juga cenderung masih wait and see dalam penantian kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Federal Reserve (The Fed).
Di sisi lain, investor juga menunggu keputusan kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed) AS pada hari Rabu, ketika para pembuat kebijakan secara luas diharapkan untuk mempertahankan suku bunga tidak berubah.
Pasar uang sebagian besar tidak memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga hingga September, memperkirakan peluang 61,1% untuk pemangkasan setidaknya 25 basis poin.
"Suku bunga masih lebih tinggi sehingga agak sulit untuk dipahami karena mungkin pasar masih mengantisipasi inflasi," ujar Jack Ablin, kepala investasi Cresset Capital di Chicago.
"Jika tidak ada yang lain, hanya ketidakpastian yang meningkat, dikombinasikan dengan tarif mungkin membuat The Fed tidak aktif," tambah Ablin.
Data ekonomi yang diharapkan minggu ini mencakup penjualan ritel bulanan, harga impor, dan klaim pengangguran mingguan.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Analis Sebut Pasar Saham RI Jadi Primadona, Ini Alasannya