Ekspor Batu Bara RI ke China-India Menyusut, Ini Penyebabnya

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Volume ekspor batu bara Indonesia ke negara tujuan utama seperti China dan India diprediksi akan mengalami penurunan dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut terungkap dalam laporan terbaru Energy Shift Institute (ESI) "Coal in Indonesia Paradox of Strength and Uncertainty".

Hazel Ilango, Principal dan Pemimpin Kajian Transisi Batu Bara Indonesia di ESI, mengungkapkan bahwa ke depan akan ada pergeseran struktural dalam hal permintaan batu bara RI. Ini menyusul penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Berdasarkan riset EMBER misalnya, permintaan listrik baru di China terus meningkat, namun pertumbuhan pembangkit listrik berbasis batu bara mulai melambat sejak awal 2010-an.

"Kita juga melihat pergeseran struktural dalam permintaan. Berdasarkan riset EMBER, grafik di sebelah kiri menunjukkan bahwa di Tiongkok, permintaan listrik baru (garis hitam) terus meningkat, sementara pembangkit fosil (garis merah) mulai melandai sejak awal 2010-an," kata dia dalam peluncuran laporan The Energy Shift Institute "Coal in Indonesia: Paradox of Strength and Uncertainty", Selasa (17/6/2025).

Sementara, di India tren yang sama juga mulai terlihat meskipun lebih lambat. Setidaknya, sekitar dua pertiga pertumbuhan permintaan listrik di sana masih ditopang batu bara, namun arah pergeseran ke energi bersih juga semakin terlihat.

"Jika tren ini berlanjut, ekspor batu bara Indonesia bisa stagnan atau bahkan turun dalam jangka panjang," katanya.

Selain itu, Presiden Xi Jinping baru-baru ini juga kembali menegaskan komitmennya terhadap target iklim 2035 dan penggunaan energi bersih. Pada 2024, energi bersih memenuhi 81% pertumbuhan permintaan listrik Tiongkok. Ketergantungan pada batu bara diprediksi akan mencapai titik jenuh dan mulai menurun.

"Intinya meski tidak akan ada penurunan permintaan secara mendadak, arah trend jangka panjangnya makin jelas dan tidak bisa diabaikan oleh produsen batu bara Indonesia," ujarnya.

Di sisi lain, kebijakan domestik juga turut menekan sektor ini. Misalnya saja royalti yang lebih tinggi, kewajiban hilirisasi batu bara, dan kewajiban pasar domestik (DMO). Meski masing-masing bertujuan baik, gabungan kebijakan ini menciptakan trade-off nyata, mengurus margin laba, mempersempit ruang keuangan, dan mengurangi insentif untuk diversifikasi atau transisi.

"Sebagian besar perusahaan batu bara Indonesia masih belum memiliki rencana transisi atau diversifikasi yang kredibel. Minimnya komitmen nyata untuk beralih dari batu bara meningkatkan risiko transisi sektor ini. Ini akan menjadi fokus utama seri riset lanjutan kami," kata Hazel.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Harga Anjlok, RI Bakal Perketat Ekspor Batu Bara?

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |