Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan, negosiasi perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) telah rampung secara substansi. Ia memastikan, kesepakatan ini akan membuka peluang ekspor lebih luas ke pasar non-konvensional tersebut, bahkan dengan tarif yang berhasil ditekan hingga 0% untuk sejumlah produk unggulan.
"Jadi sudah selesai. Perjanjian Indonesia-EAEU FTA (Eurasian Economic Union Free Trade Agreement atau perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Ekonomi Eurasia) ini sudah selesai. Dan secara substansi sudah selesai. Mungkin hanya ada 1-2 komoditas yang nanti bagaimana mengemasnya lebih bagus. Ini hanya bahasanya saja yang belum selesai," kata Budi dalam Economic Update CNBC Indonesia, dikutip Jumat (20/6/2025).
Ia menjelaskan, EAEU yang terdiri dari lima negara-di antaranya Rusia, Kazakhstan, Belarusia, Kirgistan, dan Armenia-memiliki karakteristik pasar yang tidak homogen dan cenderung bergantung pada ekonomi Rusia. Tantangan utama dalam negosiasi bukan pada hambatan non-tarif, melainkan pada tingginya rezim tarif yang berlaku di kawasan tersebut.
"Memang karakteristik pasar EAEU itu sangat sulit. Dari sisi politiknya, kemudian dengan mitra dagang kita di negara lain. Pasarnya itu cenderung sentralis. Tapi justru itu tantangan buat kita," ujarnya.
Budi mengungkapkan strategi utama yang dilakukan Kemendag dalam menembus pasar tersebut adalah dengan menyederhanakan struktur tarif menjadi lebih seragam dan adil.
"Strategi yang kita lakukan adalah menyederhanakan pasar di sana itu menjadi homogen. Itu yang kita paksa dan kita lakukan. Dan mereka sepakat. Itu salah satu cara, misalnya kalau tarifnya sekian, maka semua sama," terang dia.
Mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, saat ini EUEA sudah menjalin FTA dengan Vietnam (berlaku 2016), Singapura (diteken 2019, belum berlaku), Serbia (diteken 2019, belum berlaku), Iran (2019, lalu diperbarui mulai 15 Mei-mengutip The Astana Times), dan dengan negara-negara Commonwealth of Independent States (CIS, Persemakmuran Negara-Negara Merdeka) non EAEU sejak tahun 2015.
Hasilnya, Indonesia berhasil mendorong banyak produk untuk masuk ke pasar EAEU dengan tarif yang sangat rendah, bahkan hingga 0%. Meski penurunan tarif dilakukan secara bertahap, ini menjadi pencapaian besar dalam membuka akses pasar baru.
"Banyak produk-produk. Secara umum dulu ya, tapi saya belum menyebutkan secara spesifik mana yang 0%. Tapi secara umum ada beberapa yang bisa sampai 0%, tapi untuk jangka waktu tertentu," ungkap Budi.
Ia menambahkan, dari sisi perdagangan, hasil negosiasi ini sudah menunjukkan dampak positif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Selama periode Januari hingga April 2025, ekspor ke kawasan EAEU tercatat melonjak 119,1%.
"Jadi harapan kami nanti semakin terbuka pasar di sana, semakin cepat meningkat ekspor kita," ujarnya optimistis.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mendukung proses perundingan ini, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kementerian dan lembaga terkait, hingga asosiasi industri.
"Karena setiap berunding, kalau ada posisi yang mandek kan, pasti kita berembuk, ini bagaimana jalan-jalannya. Itu sangat komunikatif," pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mendag Beberkan Jurus UMKM RI Makin Cuan-Omzet Meroket