Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar domestik kembali memperlihatkan potensi penguatan di tengah ketidakpastian global dan tekanan eksternal yang masih berlangsung. Dalam riset Henan Asset, menyebutkan ekonomi Indonesia memasuki fase yang penting pada Mei 2025.
Asal tahu saja, pada Mei 2025, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan ke level 5,50% dari sebelumnya di level 5,75%. Langkah yang diambil BI menjadi penanda penting dari arah kebijakan yang lebih suportif.
Keputusan ini juga memberikan sinyal pada pelaku pasar bahwa Indonesia cukup tangguh dalam menyesuaikan diri terhadap lanskap global yang berubah, meski tengah berhadapan dengan tren pelemahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terkendali.
BI juga secara aktif terus memperkuat likuiditas sistem keuangan dengan memangkas nilai outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang menyusut dari Rp 923 triliun pada bulan Januari menjadi Rp 870 triliun pada bulan Mei 2025. Hal tersebut menandakan likuiditas keuangan yang kembali ke pasar seiring lebih banyaknya SRBI yang dibiarkan jatuh tempo tanpa penerbitan seri baru.
Di samping itu, BI turut meningkatkan batas rasio pendanaan luar negeri (RPLN) dari sebelumnya 30% menjadi 35%. Hal ini akan memberikan fleksibilitas lebih besar bagi perbankan nasional untuk mengakses sumber dana dari luar negeri.
Dengan kombinasi penurunan suku bunga, injeksi likuiditas, dan pelonggaran pembiayaan eksternal, kombinasi kebijakan BI kini secara konsisten diarahkan untuk menopang pemulihan ekonomi nasional secara lebih agresif dan terukur.
Momentum Bagi Rupiah dan IHSG
Sebagai respons positif atmosfir pasar Indonesia yang lebih baik, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu naik 6,61% sepanjang Mei, tepatnya hingga 25 Mei 2025, dan menembus level psikologis 7.000.
Hasil ini merupakan kinerja bulanan atau month-on-month (mom) IHSG terbaik sejak pandemi Covid-19 yang didorong oleh menurunnya persepsi risiko seiring valuasi yang murah dan pemulihan harga pasca tarif trump. Kombinasi faktor ini merangsang foreign inflow kembali masuk ke Indonesia.
Foto: dok Grafik IHSG
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menunjukkan penguatan. Dari posisi terendahnya di Bulan April, Rupiah berhasil memangkas depresiasi tahun berjalan dari 4,7% menjadi hanya 1,4%. Sebagian besar rebound ini terjadi berkat meningkatnya ekspektasi pasar terhadap percepatan pelonggaran suku bunga global, terutama setelah rilis data ekonomi AS yang melemah dan tercapainya gencatan dagang sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Kendati demikian, nilai valuasi rupiah dinilai masih tergolong undervalued. Indikator Real Effective Exchange Rate (REER) tercatat turun ke kisaran 85 alias jauh di bawah rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di angka 95,8. REER yang baru rebound sekitar 2,5% dari titik terendahnya saat ini, menandakan bahwa masih terdapat ruang apresiasi lebih lanjut bagi Rupiah.
Foto: Indikator Real Effective Exchange Rate (REER)
Kerja Sama Strategis Indonesia - Tiongkok
Kerja sama strategis yang dijalin oleh Indonesia dan Tiongkok semakin memperkuat optimisme pasar terhadap Indonesia. Sebagaimana diketahui, pada 25 Mei 2025, Presiden Prabowo bersama Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang telah menandatangani 12 nota kesepahaman (MoU) untuk kemitraan strategis di berbagai sektor penting seperti transaksi mata uang lokal, kebijakan pembangunan ekonomi, kerja sama industri dan rantai pasok, pariwisata, ekspor, hingga kerja sama media dan pengendalian penyakit menular.
Melihat itu, kerja sama bilateral ini diharapkan bisa membuat Indonesia menekan defisit ekspor-impor terhadap Tiongkok, mengingat besarnya nilai hubungan ekonomi kedua negara. Tahun lalu, nilai defisit ekspor-impor Indonesia tercatat sekitar US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 165 triliun, berbalik arah dari posisi surplus yang sempat terjadi pada 2023.
Kemudian, Bank Indonesia dan Bank Sentral Tiongkok (People's Bank of China) juga turut menyepakati kerangka kerja untuk memperluas transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan memperkuat stabilitas keuangan kedua negara.
Outlook Juni 2025
Pada Juni tahun ini, pasar keuangan Indonesia menghadapi fase konsolidasi setelah mencatatkan kinerja luar biasa sepanjang Mei lalu. Melesatnya kenaikan IHSG dan penguatan Rupiah dalam waktu singkat memicu aksi profit taking (ambil untung) dari sebagian investor, suatu respons alami dalam siklus pasar yang sehat.
Di balik dinamika ini, prospek jangka menengah hingga akhir tahun juga mengindikasikan peluang yang terus menarik khususnya bagi investor yang memiliki strategi terarah dan tidak semata-mata bereaksi terhadap gejolak sesaat.
Selanjutnya, kerja sama strategis antara Indonesia-Tiongkok yang ditandai oleh penandatanganan 12 nota kesepahaman pada akhir Mei misalnya, membuka babak baru dalam hubungan perdagangan dan investasi bilateral. Inisiatif penggunaan mata uang lokal dalam transaksi antarnegara menjadi sinyal konkret bahwa pemerintah dan otoritas moneter tidak hanya fokus pada isu jangka pendek, tetapi juga turut merencanakan dan membangun ketahanan eksternal.
Langkah ini tidak hanya memperkuat stabilitas nilai tukar, tetapi juga memberikan fleksibilitas lebih besar bagi pelaku usaha dalam mengelola risiko nilai tukar di tengah perubahan global. Didukung oleh peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas melalui sejumlah kebijakan domestik terbaru, penguatan nilai tukar Rupiah dan arus masuk dana asing diharapkan dapat terus berlanjut dalam waktu mendatang.
Meski optimisme meningkat, kondisi fundamental pasar belum sepenuhnya menguat karena berbagai tantangan yang masih menghantui. Investor tetap perlu waspada akan risiko tekanan eksternal seperti fluktuasi harga komoditas, perubahan kebijakan The Fed Amerika Serikat yang masih mengalami tekanan politik, dan dinamika geopolitik seperti tensi antara negara di timur tengah.
Berbekal semua elemen tersebut, bulan Juni dan seterusnya bukanlah sekadar momentum untuk mencari keuntungan, melainkan waktu yang tepat untuk menyusun ulang arah investasi secara strategis. Fleksibilitas, disiplin, dan kemampuan membaca perubahan akan menjadi kunci.
Dalam kondisi seperti ini, peran manajer investasi bukan hanya menyampaikan prospek, tetapi juga menjadi mitra navigasi yang mampu menjaga arah di tengah pasar yang terus bergerak dinamis.
Dengan begitu, Henan Asset meyakini bahwa setiap fase pasar membawa nuansa tersendiri, dan tugas Henan Asset adalah memastikan Anda tidak hanya mengejar peluang, tapi mampu menavigasinya dengan presisi dan ketahanan.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asing Banyak Keluar dari Pasar Modal, Waktunya Ritel Rapatkan Barisan