Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus merangkak naik di tengah panasnya perang Israel vs Iran. Pengiriman batu bara China ke Indonesia juga tengah menjadi sorotan dunia di tengah kenaikan harga batu bara.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Senin (16/6/2025) ditutup di US$ 109,5 per ton. Harganya naik 0,5%. Kenaikan ini memperpanjang rally ""pasir hitam" menjadi empat hari dengan kenaikan 3,5%.
Penguatan kemarin juga mendekatkan harga batu bara ke level US$ 110 per ton.
Harga batu bara menguat karena masih dibantu dengan sentiment perang. Kondisi tidak kondusif dan kekhawatiran gangguan pasokan energi yang ditimbulkan perang Israel vs Iran memicu kenaikan harga energi dan ini berdampak positif terhadap harga batu bara.
Harga batu bara juga menguat karena ada kenaikan impor dari India serta kebijakan China menambah pasokan batu bara di pembangkit mereka.
India berencana menghabiskan hampir US$80 miliar untuk membangun pembangkit listrik tenaga batu bara yang boros air hingga tahun 2031 guna mendukung pertumbuhan industri seperti operasi pusat data, menurut laporan Reuters yang mengutip dokumen kementerian energi India.
Artikel tersebut menyebutkan bahwa ekspansi pembangkit listrik termal ini kemungkinan akan memicu konflik di masa depan antara industri dan warga setempat terkait keterbatasan sumber daya air.
Dari 44 proyek baru yang tercantum dalam daftar singkat kementerian (tanpa tanggal) mengenai rencana operasi masa depan, 37 proyek di antaranya berlokasi di daerah yang diklasifikasikan pemerintah sebagai wilayah yang mengalami kelangkaan atau tekanan air. NTPC, yang menyebutkan bahwa 98,5% air yang digunakannya berasal dari daerah dengan tekanan air, terlibat dalam sembilan proyek tersebut.
Artikel itu juga mencatat bahwa sejak 2014, India telah kehilangan 60,33 miliar unit produksi listrik tenaga batu bara - setara dengan 19 hari pasokan listrik batu bara pada tingkat Juni 2025 - karena kekurangan air memaksa pembangkit untuk menghentikan operasi, berdasarkan data pemerintah pusat. Salah satu fasilitas yang terdampak adalah Chandrapur Super Thermal Power Station berkapasitas 2.920 MW, salah satu yang terbesar di India.
China Menjual Batubara Kokas ke Indonesia
Dikutip dari Reuters, China telah mengirimkan sedikitnya tiga kargo batubara kokas ke pengolah bahan baku di Sulawesi, Indonesia pada Mei 2025.
Ini adalah langkah yang jarang terjadi karena China biasanya adalah pengimpor utama, bukan pengekspor, bahan bakar pembuat baja ini.
Seperti diketahui, batu bara kokas merupakan salah satu bahan bakar utama dalam industri baja. Hal ini berbeda dengan batu bara thermal yang dipakai sebagai bahan bakar pembangkit umum.
Pengiriman tersebut, diperkirakan dijual oleh perusahaan milik negara China Shanxi Coking Coal Group. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk menilai apakah batubara kokas China dapat bersaing secara ekonomi di pasar luar negeri melawan pemasok tradisional seperti Australia, Rusia, dan Mongolia, kata sumber tersebut.
Batubara itu dikirimkan ke:
- China Risun Group, untuk digunakan di pabrik pengolahan kokas mereka di Sulawesi;
- Hong Kong Jinteng Development Ltd, yang kemudian mengekspor batubara itu ke Indonesia;
- Dan ke sebuah fasilitas milik Dexin Steel di Indonesia.
Pengiriman ini adalah ketiga kalinya sejak awal 2024. Langkah ini tidak biasa mengingat China adalah importir batu bara terbesar dan bukan pengekspor.
Harga batubara kokas China umumnya tidak kompetitif dibandingkan dengan produk dari Australia, Rusia, dan Mongolia, Namun, permintaan yang meningkat di Asia Tenggara, terutama di Sulawesi yang menjadi pusat pemrosesan kokas dan baja, telah membuka celah bagi penjualan batubara kokas China.
"Ini lebih seperti uji pasar daripada tren baru. Biayanya masih lebih tinggi dibandingkan pemasok utama lainnya." kata seorang pedagang internasional, dikutip dari Reuters.
Sumber perdagangan lainnya menyebutkan bahwa produksi baja yang melambat di China telah menyebabkan kelebihan pasokan batubara kokas, sehingga membuka kemungkinan ekspor, meski untuk volume kecil.
Di Indonesia, kapasitas pabrik pengolahan kokas di Sulawesi belum sepenuhnya dimanfaatkan, hanya beroperasi di sekitar 60-70%, sebagian karena pembatasan impor dari India, menurut seorang sumber industri di wilayah tersebut.
Langkah China ini menggarisbawahi bagaimana dinamika perdagangan batubara kokas global mulai bergeser, meskipun pasar percaya bahwa ekspor batubara kokas dari China ke Indonesia kemungkinan akan tetap terbatas dalam waktu dekat karena faktor biaya dan kualitas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)