Danantara Suntik Proyek Huayou dan CATL, Siapa Bakal Untung?

7 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagatha Nusantara (Danantara) masuk konsorsium pengembangan dua proyek ekosistem baterai kendaraan listrik dengan raksasa global Huayou Cobalt dan Contemporary Amperex Technology (CATL).

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, porsi Indonesia tetap masih akan lebih besar dalam konsorsium bersama Huayou. Sebelumnya Huayou menggantikan porsi LG Energi Solution dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.

"Yang sudah firm sekarang adalah di angka 51% (Porsi Indonesia) di hulu," kata Bahlil, usai Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Negara, Kamis (22/5/2025).

Namun menurut Bahlil dalam proses Joint Venture (JV) berikutnya porsi Indonesia disepakati hanya 30%. Meski Presiden Prabowo Subianto meminta dinegosiasi supaya naik menjadi 40% - 50%, karena BPI Danantara bakal ikut serta dalam konsorsium ini.

"Ini arahan bapak presiden, kita akan memaksimalkan untuk di atas 40%, bahkan sampai dengan 50%, tapi semua itu dalam proses negosiasi," kata Bahlil.

Tak cuma dengan konsorsium Huayou, Bahlil mengatakan Danantara juga akan masuk dalam konsorsium proyek baterai EV CATL.

"Alhamdulillah Danantara juga masuk yang tadinya diambil oleh IBC (Indonesia Battery Corporation) yang sudah diinjeksi oleh Danantara dan pemegang saham hulu di mining 51% oleh Antam, itu Danantara juga. Dan di JV berikutnya itu sama dengan komposisi daripada JV yang dilakukan oleh Huayou," kata Bahlil.

CEO BPI Danantara Rosan Roeslani mengungkapkan bahwa pihaknya masuk dalam konsorsium bersama Huayou untuk memperkuat konsorsium. Sehingga kepemilikan Indonesia bisa menjadi mayoritas.

"Diharapkan kepemilikan proyek ini bisa mayoritas berada di konsorsium Indonesia baik melalui BUMN maupun juga bersama-sama dengan Danantara langsung," kata Rosan.

Sedangkan dengan CATL, harapannya porsi Danantara dalam proyek mampu membantu dalam hal jika ada kendala pendanaan. "Sejak ada Danantara ini, pendanaan kita yang membantu karena kita melihat pekerjaan proyek ini sangat baik dari segi return, segi pekerjaan, juga dampak perekonomiannya," katanya.

Seperti diketahui ada dua mega proyek dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik. Yakni proyek Titan yang konsorsiumnya diisi oleh PT Indonesia Battery Corporation (IBC) selaku perusahaan induk, PT Aneka Tambang (Antam), PT Pertamina, dan PT PLN, dan Huayou yang menggantikan LG.

Selain itu juga ada konsorsium bersama CATL melalui anak usahanya Ningbo Contemporary Burnp Legend Co. Ltd yang dinamakan proyek Dragon. Kedua proyek ini fokus pada rantai pembuatan baterai listrik di Indonesia dari hulu ke hilir.

Deretan Emiten yang Diuntungkan

Dari adanya sentimen ini, sederet perusahaan yang terlibat dalam penambangan dan pengembangan nikel akan mendapatkan prospek keuntungan, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA). Berikut kita ulas satu per satu potensi keuntungan yang didapatkan oleh beberapa emiten ini :

ANTM

ANTM secara langsung berada di bawah konsorsium IBC. Bersama CATL, perusahaan pelat merah ini akan membangun proyek kendaraan listrik senilai Rp85,6 triliun.

Mega proyek ini terdiri dari proyek-proyek dalam rantai industri kendaraan listrik, seperti penambangan, peleburan nikel, bahan baterai, pembuatan baterai, sampai daur ulang baterai.

Saat ini, CATL memiliki total enam proyek di Indonesia dan 49% saham proyek pengembangan nikel laterit yang dikerjakan bersama ANTM. Adapun lima proyek lainnya meliputi pembuatan baterai terner dan daut ulang baterai, CATL memiliki kepemilikan 60% - 70%. Megaproyek baterai kendaraan listrik akan berbasis di Provinsi Maluku Utara, Indonesia.

Dalam proyek ini, CATL melalui anak usahanya, Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dan ANTM akan membangun smelter nikel dengan teknologi rotary kiln-electric furnance (RKEF) dan smelter high pressure acid leaching (HPAL) di Buli, Halmahera Timur.

Dari smelter RKEF, ANTM menguasai 30% kepemilikan dengan total investasi US$ 1,4 miliar dan diprediksi bisa produksi 88.000 TPA NPI. Sementara untuk smelter HPAL ANTM diperkirakan bisa produksi 55.000 TPA MHP dengan kepemilikan sebanyak 40%.

INCO

INCO akan diuntungkan dengan kerjasama antara Zhejiang Huayou Cobalt Co., dan Ford Motor Company dalam tiga proyek smelter dengan total investasi hingga US$ 8,8 miliar.

Proyek-proyek ini mencakup pembangunan pabrik berteknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) yang terdiri dari Indonesia Growth Project (IGP) Morowali, IGP Pomala, dan IGP Sorowako Limonite.

Proyek HPAL Pomalaa saat ini masih dalam tahap konstruksi dan belum selesai. Proyek ini ditargetkan untuk mencapai penyelesaian mekanis pada akhir tahun 2025 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2026.

Dengan nilai investasi sekitar Rp67,5 triliun, proyek ini akan menghasilkan hingga 120.000 ton nikel per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang digunakan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Pembangunan proyek ini telah dimulai dengan peletakan batu pertama pada November 2022 dan saat ini sedang dalam proses konstruksi.

Kedua, INCO bersama Huayou memiliki proyek HPAL lagi di Sorowako, Sulawesi Selatan dengan total investasi mencapai sekitar US$2 miliar (sekitar Rp31 triliun).

Proyek ini telah memasuki tahap konstruksi awal (groundwork) sejak akhir 2023. Pembangunan tambang telah mencapai progres sekitar 70% dan ditargetkan selesai pada kuartal kedua 2025. Sementara itu, pembangunan pabrik HPAL ditargetkan rampung pada pertengahan 2026.

Dengan perkembangan ini, proyek HPAL Sorowako diharapkan dapat mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2027. Pabrik HPAL ini dirancang untuk memproduksi sekitar 60.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP.

Ketiga, untuk proyek HPAL di Morowali memiliki nilai investasi mencapai USD 2 miliar. Berlokasi di kawasan industri berbasis energi hijau, pabrik ini memiliki kapasitas produksi 60 kilo ton (kt) nikel per tahun dalam bentuk MHP.

"Saat ini pekerjaan sudah memasuki tahap ground work. Untuk tambang, progresnya sudah mencapai 70% dan ditargetkan rampung pada kuartal kedua tahun ini. Sementara itu, pembangunan pabriknya ditargetkan selesai pada pertengahan 2026," jelas Direktur Utama Vale Indonesia, Febriany Eddy.

MBMA

Berikutnya ada MBMA yang diketahui bekerja sama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd. melalui anak perusahaannya, PT Huayue Nickel Cobalt (HNC), dalam pembangunan pabrik HPAL di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

Pabrik ini akan dioperasikan oleh PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) dan dirancang untuk memiliki kapasitas produksi sebesar 90.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP.

Dalam proyek ini, HNC bertanggung jawab atas manajemen konstruksi, sementara MBMA mengurus perizinan dan persetujuan dari pemerintah Indonesia.

Sementara itu dengan CATL melalui Ningbo Brunp Contemporary Amperex Co., Ltd., MBMA bekerja sama dalam pembangunan pabrik HPAL berkapasitas produksi 60.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP. Bijih nikel yang akan diolah berasal dari tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM).

Proyek ini sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 16 Maret 2023 lau dan telah dimulai pada Januari 2025.

Proyek ini ditargetkan untuk mencapai tahap komisioning dalam waktu 18 bulan setelah dimulainya konstruksi, yang berarti pabrik diharapkan mulai beroperasi pada Juli 2026.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |