CIA Buat Kerusuhan, Pemimpin Iran Dikudeta Demi Cuan

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Intelijen Amerika Serikat (Central Intelligence Agency, CIA) pernah membuat skenario kerusuhan dan berhasil menggulingkan tokoh besar sekaligus orang nomor satu Iran. Penyebabnya orang tersebut menolak bekerja sama dalam bisnis pertambangan minyak dan justru memilih melakukan nasionalisasi aset minyak yang dikuasai Inggris.

Keputusan ini membuatnya dianggap pahlawan oleh orang Iran. Tapi di negara-negara Barat sosoknya menjadi paling dibenci. 

Nasionalisasi Tambang Minyak

Tokoh besar itu adalah Mohammad Mossadegh. Tahun 1951, Mossadegh dilantik menjadi Perdana Menteri alias Kepala Pemerintahan Iran.

Saat itu, Iran masih menganut sistem monarki yang dipimpin oleh Mohammad Reza Pahlavi sebagai kepala negara. Mossadegh bisa terpilih sebagai pemimpin tertinggi Iran berkat ide nasionalisasi tambang minyak.

Sebenarnya, sejak tahun 1800-an, produksi minyak di Iran dikendalikan oleh Inggris. Semua produksi dibawa ke Eropa.

Masyarakat Iran sendiri tak mendapat keuntungan apapun. Keadaan pun makin parah usai berdiri perusahaan minyak Inggris, yakni The Anglo-Persian Oil Company (APOC) pada 1900-an. 

Besarnya pengaruh Inggris di Iran lewat minyak dianggap Mossadegh sangat membahayakan. Keuntungan tak mengalir ke masyarakat.

Sistem politik pun rentan diintervensi Inggris. Atas dasar ini dia mengusung ide nasionalisasi dan berhasil menarik perhatian masyarakat luas.

"Nasionalisasi adalah ide yang tidak dapat diganggu gugat," ungkap Mossadegh, dikutip dari The Anglo-Iranian Oil Dispute of 1951-1952 (1954).

Pada 20 Maret 1951, Mossadegh akhrinya berhasil membuat UU Nasionalisasi disahkan. Ide serupa sebenarnya pernah dicetuskan PM pendahulu.

Namun, PM tersebut malah dibunuh. Dengan demikian aturan tersebut membuat Iran sah mengambilalih paksa perusahaan tambang minyak Inggris. 

Dikudeta CIA

Inggris dan Mohammad Reza Pahlavi marah atas kebijakan sang kepala pemerintahan. Pahlavi memang sedari awal pro-Barat dan mendukung eksistensi Inggris di Negeri Para Mullah. 

Mossadegh tak tinggal diam. Dia tetap melakukan nasionalisasi sekalipun Inggris mengajak negosiasi dan kepala negara tak mendukung.

Sampai akhirnya, negosiasi buntu dan Inggris memberi sanksi ekonomi.  Pada titik inilah, AS merasa perlu memberi bantuan kepada sekutu terdekatnya di Inggris.

Pria kelahiran 16 Juni 1882 ini pun dianggap sosok paling dibenci negara Barat. CIA kemudian turun tangan tahun 1953.

Dalam arsip rahasia yang dibuka ke publik tahun 2019 berjudul "The Central Intelligence Agency and The Fall of Iranian Prime Minister Mohammed Mossadeq, August 1953", CIA memandang Mossadegh sebagai diktator. 

"Mossadegh tampak dengan cepat berubah. [...] Perdana Menteri makin bersikap diktator," ungkap CIA. 

CIA kemudian menggelontorkan dana US$ 1 juta untuk memantik amarah rakyat terhadap kepemimpinan Mossadegh. Semua ini memiliki tujuan utama, yakni menggulingkan kekuasaan PM Iran ke-35 itu.

Dalam skenario, CIA mengompori ribuan rakyat untuk tidak percaya atas kepemimpinan Mossadegh. Mereka akan diminta membuat kerusuhan hingga situasi politik tak stabil. Dari sinilah, Mossadegh digulingkan atas nama rakyat yang bekerja di bawah bayang-bayang CIA.

Skenario akhirnya berhasil. Pada 15-19 Agustus 1953 kerusuhan terjadi di Teheran. Mossadegh pun menyerahkan kekuasaannya dan terpaksa menjalani hukuman di penjara. 

PM Iran baru kemudian dilantik dan langsung mengizinkan Inggris melakukan penambangan kembali minyak. Upaya nasionalisasi untuk kepentingan masyarakat pun gagal total. Masyarakat Iran kembali terpuruk dan tak merasakan buah manis dari pertambangan minyak.

Mossadegh sendiri wafat sebagai tahanan rumah pada 5 Maret 1967. Setelah wafat, dia dianggap pengkhianat oleh pemerintah baru Iran. Nama baiknya baru diperbaiki pada 1979 atau setelah Republik Islam Iran terbentuk. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |