- Pasar keuangan Indonesia bergerak di zona merah kemarin, IHSG dan rupiah sama-sama melemah
- Wall Street bergerak beragam setelah The Fed menahan suku bunga
- Keputusan The Fed dan BI mengenai suku bunga serta kabar terakhir perang akan menjadi penggerak sentimen utama hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatat kinerja buruk pada perdagangan kemarin, Rabu (18/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah sama-sama berakhir di zona pelemahan usai Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunganya.
Dalam sisa dua hari perdagangan, pergerakan IHSG maupun rupiah diperkirakan akan kembali volatile efek dari keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang diumumkan pada dini hari Kamis (19/6/2025). Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
IHSG pada perdagangan kemarin Rabu (18/6/2026) ditutup di zona merah dengan turun 0,67% atau 48 poin ke level 7.107,79.
Sebanyak 228 saham naik, 361 saham turun, dan 212 tidak bergerak. Nilai transaksi kemarin mencapai Rp 11,24 triliun yang melibatkan 20,31 miliar saham dalam 1,2 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun menciut Rp 12.455,18 triliun.
Mengutip Refinitiv, hanya sektor properti yang berada di zona hijau dengan kenaikan nyaris 3%. Akan tetapi tidak mampu menutup penurunan IHSG pada perdagangan kemarin. Asing masih mencatat net sell sebesar Rp 646,38 miliar pada perdagangan kemarin.
Ada tiga sektor yang turun paling dalam, yakni utilitas (- 1,33%), finansial (-1,3%), dan bahan baku (-1,28%).
Sementara itu, saham yang menjadi pemberat utama kemarin adalah PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). AMMN menorehkan penurunan 4% dan menyumbang -11,85 indeks poin terhadap penuruhan IHSG, sedangkan BBCA turun 1,93% dan berkontribusi -8,52 indeks poin.
Sebagai informasi, saham AMMN anjlok setelah sempat lompat tinggi jelang RUPS atau 16 Juni 2025. AMMN naik 10% dalam perdagangan intraday pada hari itu, tetapi akhirnya ditutup turun 7,62%. Hari selanjutnya atau 17 Juni 2025, AMMN akselerasi dan ditutup naik 7,26%.
Selain BBCA, saham bank jumbo lainnya juga tercatat menjadi pemberat IHSG kemarin, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) (-4,59 indeks poin), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) (-4,4 indeks poin), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) (-2,16 indeks poin).
Adapun pasar memasuki zona merah semakin dalam setelah pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,50%.
Sejalan dengan keputusan ini BI juga menahan suku bunga Deposit Facility pada level 4,75%, dan suku bunga Lending Facility tetap di level 6,25%.
Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu (18/6/2025) ditutup pada posisi Rp 16.295/US$ atau melemah 0,12%.
Rupiah melemah usai Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,50%. Sejalan dengan keputusan ini BI juga menahan suku bunga Deposit Facility pada level 4,75%, dan suku bunga Lending Facility tetap di level 6,25%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa perekonomian Indonesia akan terpengaruh oleh situasi global yang kini masih penuh ketidakpastian Sederet ketidakpastian tersebut dipicu oleh dinamika perang dagang pasca Presiden AS Donald Trump mengeluarkan kebijakan impor tarif. Di samping itu ketegangan geopolitik semakin panas, terutama karena perang Israel dan Iran.
Tekanan inflasi AS menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi meskipun ada kenaikan pada beberapa kelompok barang akibat kebijakan tarif impor. Ini nantinya akan berpengaruh kepada kebijakan suku bunga acuan AS atau Fed Fund Rate.
BI memperkirakan ekonomi nasional akan membaik pada semester II-2025. Keseluruhan tahun, BI memproyeksikan ekonomi akan tumbuh 4,6-5,4%.
"Ke depan BI akan terus mencermati ruang penurunan BI rate guna dorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap pertahankan inflasi sesuai sasarannya dan stabilisasi rupiah sesuai fundamentalnya," jelasnya.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Rabu (18/6/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau melemah 0,01% di level 6,677%. Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Pages