Jakarta, CNBC Indonesia-Perkembangan negosiasi antara Amerika Serikat (AS) dan China memberikan sentimen positif terhadap dunia. Meskipun ketidakpastian tidak sepenuhnya hilang karena belum ada kesepakatan secara tertulis.
"Sisi lain AS dan China dari perang dagang agak turun tensi karena ada negosiasi meskipun sampai hari ini belum ada persetujuan sehingga ada ketidakpastian," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (17/6/2025)
Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjabarkan kesepakatan dagang terbaru antara pihaknya dengan China yang dirundingkan kedua negara di London. Hal ini terjadi saat tensi dagang kedua negara memanas.
Dalam pernyataannya, Trump menyebut kesepakatan AS dengan China telah selesai. Ia mengatakan Beijing akan memasok magnet dan mineral tanah jarang, yang penting untuk kebutuhan industri otomotif, sementara AS akan mengizinkan mahasiswa China di perguruan tinggi dan universitasnya.
Ketidakpastian lain juga masih muncul karena baru 1 negara yang mengumumkan persetujuan atas tarif baru oleh AS. "Padahal AS terapkan tarif 60 negara tapi yang baru dapat persetujuan baru 1 negara yang diumumkan. Ini menimbulkan ketidakpastian yang jelang deadline," ujarnya.
Daftar ketidakpastian lain adalah situasi geopolitik, terutama perang yang meletus antara Israel dan iran. Di sisi lain ada ketidakpastian dari sisi kebijakan fiskal negara maju.
"Di dalam proposal kebijakan fiskal yang disebut Trump big and beautiful yang akan menambah defisit AS US$ 10 T ini menyebabkan sentimen kebijakan fiskal ke negara maju termasuk AS relatif negatif ini akan memengaruhi suku bunga dari sisi As dari sisi US Treasury," kata Sri Mulyani.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mendag Minta RI Waspada Perang Tarif Trump 2.0, Efek Masuk BRICS?