Jakarta, CNBC Indonesia - Isu penjualan sejumlah pulau kecil di Indonesia mencuat, dan kembali memantik perhatian publik. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa tidak ada satu pun regulasi di Indonesia yang membenarkan penjualan ataupun kepemilikan pulau, apalagi oleh pihak asing.
"Pertama, saya klarifikasi lagi ya, bahwa istilah pembelian pulau itu salah. Penjualan pulau itu sebenarnya nggak ada. Kalau peralihan hak atas tanah itu ada. Jadi sebenarnya pulau yang dijual itu nggak ada. Nggak ada aturannya sama sekali. Yang ada itu peralihan tanah. Bisa melalui sewa, bisa melalui jual-beli," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara dalam Dialog Bersama Media di kantornya, Jakarta, Senin (23/6/2025).
Menurut Koswara, yang dimaksud dalam berbagai pemberitaan sebagai "penjualan pulau" sebenarnya hanyalah transaksi hak atas tanah yang berada di sebuah pulau. "Kalau beli lahan, beli tanah itu ada. Lalu, oh orang asing bagaimana beli tanahnya? Bisa nggak? Ada yang beli juga, tapi dia tidak langsung ya, harus ke badan hukum. Jadi melalui perusahaan yang ada di Indonesia," jelasnya.
Kendati begitu, hak yang diberikan kepada pihak asing bukanlah hak milik, melainkan hanya Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU) yang bersifat sementara. "Tentunya juga bukan hak milik, tapi HGB atau HGU," tegas Koswara.
Ia menekankan konsep kepemilikan pulau tidak diakui dalam sistem hukum Indonesia. "Tidak ada, misalnya hak kepemilikan pulau itu. Nggak ada. Tapi hak memiliki tanah ada. Di pulau kecil ada hak milik tanah. Tapi bukan berarti dia berhak atas pulau. Tanah itu kan bagian dari pulau, ya. Hak memiliki tanah di pulau ada. Tapi tidak hak memiliki pulau. Memiliki tanahnya aja," ujarnya.
Foto: Humas Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP. (Dok. KKP)
Humas Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP. (Dok. KKP)
Aturan Jelas, Tidak Bisa Sembarangan
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP, Ahmad Aris menjelaskan bahwa dasar hukum pelarangan kepemilikan tanah oleh orang asing di pulau-pulau kecil telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
"Orang asing tidak boleh memiliki hak atas tanah di pulau-pulau kecil. Itu diatur di Undang-Undang Pokok Agraria," tegas Aris dalam kesempatan yang sama.
Ia menambahkan, jika pun ada pemanfaatan oleh asing, bentuk hak yang diberikan hanyalah HGB atau HGU yang sifatnya berjangka dan dapat dicabut bila melanggar aturan. "Itu pun juga harus melalui mekanisme perizinan," katanya.
Lebih lanjut, Aris menyebut ada berbagai regulasi tambahan yang mempertegas pembatasan penguasaan tanah di pulau kecil.
"Yang pertama, ada yang namanya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 34 tahun 2021 tentang luasan lahan dan pengalihan saham dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil. Kemudian ada Permen ATR (Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang) Nomor 17 Tahun 2016 tentang pemberian hak atas tanah di pulau-pulau kecil, yang membatasi maksimal 70%," urainya.
KKP juga menerbitkan aturan lebih spesifik, yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 10 Tahun 2024. Dalam beleid tersebut, bahkan disebutkan bahwa pulau di bawah 1 hektare harus 100% dikuasai negara. Untuk pulau seluas 1-100 hektare, negara wajib menguasai minimal 30%, dan untuk pulau 100-1.000 hektare, minimal 50%.
"Pulau di bawah 1 hektare itu semua negara. Kalau pulau yang sangat kecil, di bawah 100 km² itu, luasnya nggak sampai 1% dari daratan Indonesia. Tapi dampaknya besar karena Indonesia 70% adalah laut. Masa 1% ini mau ditambang lagi? Makanya kita strik di situ," ujar Aris.
Modus Nominee: Banyak yang Akhirnya Gigit Jari
Ketika ditanya soal kemungkinan modus pernikahan warga asing dengan warga negara Indonesia demi bisa 'memiliki' tanah di Indonesia, ia tak menampik hal itu kerap terjadi. Katanya, fenomena kepemilikan lahan oleh asing dengan modus "nominee" atau pinjam nama WNI pernah marak terjadi, terutama di Bali.
"Itu banyak terjadi di Bali. Dan sekarang sudah kapok itu bule-bule. Karena begitu diajukan ke pengadilan, istrinya (orang Indonesia) yang dapat. Bulenya yang gigit jari," ungkap Aris.
Ia menyebut banyak WNI yang justru diuntungkan karena tanah yang dibeli atas nama mereka menjadi sah secara hukum. "Bule-nya nggak ada hak sama sekali. Itu jadi miliknya ini (nominee). Jadi banyak tuh yang senang sekarang di Bali tuh punya tanah," katanya.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hati-hati! Investasi Asing Lesu, Target Indonesia Maju Terancam