Petani Singkong Ngaku Ogah Pakai Pupuk Subsidi, Ada Masalah Apa?

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani singkong di Lampung lebih memilih menggunakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan alias pupuk kandang ketimbang pupuk yang sudah disubsidi dari pemerintah.

Pengakuan itu diutarakan oleh perwakilan dari Aliansi Masyarakat Petani Singkong Indonesia Maradoni saat RDP bersama Baleg DPR RI di Jakarta, Rabu (25/6/2025).

"Tidak bisa ditebus (beli pupuk subsidi), Pak. Karena lebih baik kami petani singkong membeli kotoran hewan untuk kami menjadikan pupuk, ketimbang kami membeli pupuk subsidi," ucapnya.

Alasannya, meski pupuk sudah disubsidi, namun bagi petani singkong harga pupuk tersebut masih terbilang mahal.

"Karena harganya juga pakai duit, Pak. Karena harga yang kami dapatkan dari menjual hasil kebun singkong kami, tidak sepadan kami untuk membeli pupuk," katanya.

Apalagi, tuturnya, saat ini kesejahteraan petani singkong di Lampung sedang terjepit akibat impor tepung tapioka. Yang membuat singkong produksi petani tak terserap dan semakin menumpuk.

Padahal singkong yang diproduksi petani memiliki kadar pati yang tinggi dan bisa diserap oleh industri tepung tapioka.

Ia mengatakan, varietas lokal Lampung bernama Garuda di Lampung yang mampu menghasilkan kadar pati tinggi yakni hingga 40% saat terbaiknya.
Varietas singkong Garuda pernah diuji dalam keadaan lima bulan tanam dan saat musim hujan dengan curah tinggi memiliki kadar pati sebesar 30% atau masih tinggi.

Karena itu, dia membantah pernyataan yang menyebut singkong produksi petani di Lampung tak sesuai kebutuhan industri.

"Kalau ada statement seperti itu kami bantah karena kami ada varietas singkong itu namanya Garuda. Paritas lokal yang kami familiar itu namanya singkong Garuda dan kami uji lab di bulan Februari saat intensitas hujan tinggi. Di umur lima bulan singkong tersebut kami uji lab di Sucofindo salah satu Badan Usaha Milik Negara yang ada di produksi Lampung, cabang Lampung. Kadar patinya atau kadar acinya itu 30 persen," kata Maradoni saat ditemui CNBC Indonesia usai rapat.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa saat diuji lagi pada usia 10 bulan, kadar patinya masih di sekitar 29,3%.

"Artinya komoditas-komoditas singkong yang ada di produksi Lampung yang lokal itu itu komoditas-komoditas yang sangat mumpuni dan punya nilai aci tinggi," lanjutnya.

"Kalau di musim panas dia (kadar pati) mampu tebus di 40%," kata Maradoni.

Mengenai produktivitas, Maradoni mengatakan per hektare paling sedikit mampu panen 25 ton dan bisa lebih.

"Bahkan sekarang itu sudah tembus di angka 60 ton. Saya sering memberikan petani singkong nih. Saya cabut singkong saya umur 8 bulan, 9 bulan itu saya ketemu di angka 42 ton per satu hektar," ucapnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Petani Singkong di Lampung Beri Kabar Buruk, RI Dalam Bahaya Besar!

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |