Jakarta -
Sejumlah pekerja rumah tangga (PRT) meminta DPR segera mengesahkan RUU PPRT karena banyak pihaknya yang menjadi korban pelecehan hingga diskriminasi. Anggota Komisi VIII DPR F-PDIP Selly Andriany Gantina merasa prihatin atas hal tersebut.
"Saya merasa miris dan prihatin dengan banyaknya PRT yang mengalami pelecehan, eksploitasi, hingga kekerasan baik secara fisik maupun psikologis, seperti yang kembali disuarakan dalam rapat baleg," kata Selly kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
Selly menyebut Komisi VIII DPR ingin RUU PPRT nantinya terbentuk dengan berlandaskan kemanusiaan. Dia memandang para PRT memang kerap berkontribusi nyata di kehidupan masyarakat, namun hak-hak mereka kerap dikesampingkan karena tak memiliki payung hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun sebagai anggota Komisi VIII sekaligus Anggota Baleg, sejatinya merancang RUU PPRT tidaklah sederhana. Kami ingin membuat aturan yang sejatinya berlandaskan kemanusiaan dengan mengedepankan hak-hak para pekerja," katanya.
"Para PRT bukan sekadar 'pembantu rumah tangga', mereka adalah pekerja yang berkontribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Namun, selama bertahun-tahun mereka tidak memiliki payung hukum yang melindungi hak-haknya. Mereka bekerja dalam kondisi rentan tanpa kontrak kerja, jam kerja yang tidak manusiawi, dan seringkali tanpa jaminan sosial maupun perlindungan dari kekerasan," sambungnya.
Lebih lanjut, dia memastikan pihaknya akan membahas RUU PPRT secara detail agar aturan nantinya benar-benar memberikan jaminan. Dia memastikan komitmen PDIP serta Ketua DPR Puan Maharani dalam membahas masalah ini dengan serius.
"Karenanya, tanpa mengkesampingkan mereka, kami sejatinya tengah membahas secara detail bagaimana hak mereka nantinya akan tertuang dalam pasal per pasal termasuk menjamin kebebasan dan kewajiban penyalur," katanya.
Sebelumnya, PRT mendesak RUU PPRT dapat segera disahkan. Mereka mengeluh kerap mengalami pelecehan dan diskriminasi saat melakukan pekerjaan rumah tangga.
Hal itu disampaikan seorang PRT, Yuni Sri Rahayu, saat RDPU membahas RUU PPRT bersama Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/7). Yuni mengaku telah mengalami berbagai bentuk kekerasan sebagai PRT.
"Saya mengalami banyak bentuk kekerasan, dari psikis, ekonomi, pelecehan seksual dan itu pernah saya alami, tapi bagaimana saya harus bertahan di dalam 15 tahun ini bekerja, karena pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan pilihan saya, dan sudah jadi pekerjaan prioritas saya untuk rumah tangga saya, ekonomi keluarga saya," kata Yuni.
Yuni pun berharap RUU PPRT dapat segera disahkan. Sebab, dia mengatakan negara memiliki kewajiban untuk melindungi pekerja domestik.
"Di sini kita berharap adanya undang-undang PPRT yang seharusnya memang sudah kewajiban negara, untuk melindungi semua pekerja dan itu sudah tertuang di dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2," jelasnya.
"Kita juga meminta adanya pengakuan buat kita sebagai pekerja rumah tangga, karena di luar sana banyak yang merendahkan profesi pekerja rumah tangga ini sebagai pembantu atau babu," sambungnya.
Saksikan Live DetikPagi:
(azh/ygs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini