Jakarta -
Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar Soedeson Tandra mengomentari aturan baru di Mahkamah Agung (MA) yang melarang hakim bergaya hidup hedonisme hingga menghindari klub malam. Soedeson menilai seharusnya MA membenahi permasalahan hakim dari hulunya, yakni sejak perekrutan.
"Pertama, kita tentu mengapresiasi, semua aturan yang dibuat oleh Mahkamah Agung itu baik, tujuan untuk pembinaan hakim ke depan. Tapi yang perlu kita kritisi begini, aturan itu biasanya pemimpin mengeluarkan aturan seperti itu tapi kemudian lama-lama menghilang aja begitu," kata Soedeson kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
Dia mempertanyakan proses pengawasan atas larangan hidup hedonisme bagi hakim. Menurutnya, gaya hidup hedonisme hanya salah satu ekses dari segenap persoalan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertanyannya, pengawasannya bagaimana, gaya hidup hedon itu bagaimana. Jadi yang terpenting dalam persoalan ini bukan di situ, itu sebetulnya excess-nya saja," sambungnya.
Soedeson menegaskan MA harus adil dalam melakukan perekrutan dan penempatan hakim. Menurutnya, hakim yang bermoral dan berdedikasi tidak akan menerapkan gaya hidup hedonisme sebagaimana dilarang dalam aturan baru tersebut.
"Yang kami minta dari Mahkamah Agung yaitu, satu, rekrutmen yang transparan. Kedua, penempatan yang transparan, yang adil. Yang bermoral baik, berdedikasi baik, dipromosikan. Yang nakal, jangan dipromosikan. Kalau mereka berdedikasi baik, bermoral baik otomatis gaya hidup hedon itu tidak akan dilakukan," kata Soedeson.
Soedeson mendorong MA melakukan perubahan secara sistemik. Dia mendorong perekrutan hakim yang transparan dan penempatan hakim berdasarkan meritokrasi.
"Jadi kami mengkritisi itu dengan catatan begini, ya memang itu baik aturan itu tetapi yang lebih baik lagi adalah mengubah. Mahkamah Agung harus berubah diri, kehakiman harus berubah diri, transparansi, perekrutan yang transparan, penempatan yang berdasarkan meritokrasi," kata dia.
MA Larang Hakim Hedon
Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum. Dalam edaran itu, tertulis hal-hal yang harus dihindari oleh seluruh aparatur peradilan umum beserta keluarganya.
"Seluruh aparatur peradilan umum beserta keluarganya wajib berkomitmen menjalani kehidupan yang mencerminkan kesederhanaan, kebersahajaan, dan integritas, dengan memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan, kewajaran, serta kehati-hatian dalam setiap aktivitas sosial maupun gaya hidup yang ditampilkan," bunyi keterangan dalam surat edaran itu yang dilihat, Kamis (22/5).
Aturan ini bertujuan agar seluruh aparatur peradilan umum menjaga marwah peradilan serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Aparatur peradilan itu di antaranya adalah hakim, panitera, sekretaris, serta pejabat struktural dan fungsional di pengadilan.
Adapun 11 poin dalam aturan itu sebagai berikut:
1. Menghindari gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas (hedonisme).
2. Menghindari perilaku konsumtif dengan tidak membeli, memakai dan memamerkan barang-barang mewah serta menghindari kesenjangan dan kecemburuan sosial dengan tidak mengunggah foto atau video pada media sosial yang mempertontonkan gaya hidup berlebihan;
3. Melaksanakan acara perpisahan, purnabakti dan kegiatan seremonial lainnya secara sederhana tanpa mengurangi makna dan
kekhidmatannya.
4. Melaksanakan acara yang sifatnya pribadi/ keluarga dengan sederhana dan tidak berlebihan serta tidak dilaksanakan di lingkungan kantor dan tidak menggunakan fasilitas kantor.
5. Menggunakan fasilitas dinas hanya untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
6. Membatasi perjalanan ke luar negeri di luar tugas kedinasan.
7. Menolak pemberian hadiah/keuntungan atau memberikan sesuatu yang diketahui atau patut diketahui berhubungan langsung atau tidak langsung dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.
8. Tidak memberikan pelayanan dalam bentuk apapun termasuk dan tidak terbatas pada pemberian cendera mata, pemberian oleh-oleh, jamuan makan, pembayaran tempat penginapan dan lain sebagainya kepada pejabat/ pegawai Direktorat Badan Peradilan Umum yang berkunjung ke daerah baik dalam rangka kedinasan maupun di luar kedinasan.
9. Menghindari tempat tertentu yang dapat mencemarkan kehormatan dan/atau merendahkan martabat peradilan, antara lain: lokasi perjudian, diskotek, klub malam atau tempat lain yang serupa.
10. Menyesuaikan dan menyelaraskan setiap perilaku berdasarkan norma hukum, agama dan adat istiadat masyarakat setempat.
11. Memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat dalam menjaga marwah peradilan.
Surat edaran ini ditujukan untuk pejabat dan pegawai Dirjen Badilum, pimpinan hakim dan pegawai pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan umum, dan para pimpinan hakim dan pegawai pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan umum di seluruh Indonesia. Surat ini ditandatangani langsung oleh Dirjen Badilum MA RI Bambang Myanto.
(fca/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini