-
IHSG dan rupiah babak belur sepanjang perdagangan kemarin Senin tersengat ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
-
Wall Street kompak menguat di tengah optimisme investor akan kondisi Timur Tengah
-
Sentimen pasar hari ini akan fokus pada perang, pidato Jerome Powell sampai mencermati kongres partai China.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air pada Senin kemarin (23/6/2025) babak belur akibat sikap pelaku pasar kembali ke mode risk-off terpicu ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang memanas.
Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin bisa dibilang sangat volatil. Pada pagi hari sempat koreksi lebih dari 2%, kemudian kempes menjadi 1,7% pada akhir sesi I. Namun, pada pertengahan sesi II sempat merosot hingga 2,24% sampai akhirnya di tutup koreksi 1,74% ke posisi 6.787,14.
IHSG mencatat penurunan selama empat hari beruntun, menandai posisi terendah sejak 2 Mei 2025, bertepatan waktu pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
Ada sebanyak 533 saham turun, 128 naik, dan 140 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 12,79 triliun yang melibatkan 25,39 miliar saham dalam 1,36 juta kali transaksi. Kapitasasi pasar kemarin mencapai Rp 11.905,87 triliun.
Direktur Reliance Sekuritas, Reza Priyambada mengatakan, sentimen utama anjlok-nya saham kemarin datang dari kekhawatiran peningkatan tensi geopolitik di timur tengah. Apalagi jika melibatkan negara-negara lain.
"Semalam sebagaimana diberitakan bahwa trump mengumumkan telah menghancurkan fasilitas nuklir Iran meski kemudian dibantah oleh Iran bahwa yang dihancurkan sudah bukan tempat fasilitas tersebut. Entah benar atau tidak, adanya keterlibatan AS ini yang memicu kekhawatiran tambahan," ungkap Reza kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).
Seiring dengan sikap hati-hati ini pergerakan dari mata uang Garuda juga terdepresiasi pada kemarin.
Merujuk data Refinitiv, rupiah turun signifikan 0,61% dalam sehari ke posisi Rp16.480/US$, penyusutan kemarin bisa dibilang menjadi yang terparah dalam setahun ini, sebelumnya penurunan tajam dalam sehari sempat terjadi pada 19 Desember 2024 sebesar 1,24%.
Adapun, posisi rupiah kemarin menandai level terendahnya sejak 15 Mei 2025.
Pelemahan rupiah kemarin sejalan dengan indeks dolar AS (DXY) yang mengalami penguatan sebesar 0,27% ke level 98.97 per pukul 15:00 WIB.
Rupiah masih potensi lanjut melemah apabila tekanan geopolitik masih terus memanas. Menurut Ahmad Mikail Zaini, Ekonom dari Sucor Sekuritas, dalam waktu dekat rupiah masih memiliki kemungkinan untuk terkoreksi hingga ke level Rp16.800/US$.
Beralih ke pasar obligasi terpantau juga masih dalam zona koreksi kemarin. Mengutip data Refinitiv, yield obligasi acuan RI untuk tenor 10 tahun mengalami kenaikan 3,1 basis poin (bps) dalam sehari ke posisi 6,78%.
Sudah tiga hari imbal hasil obligasi acuan RI ini mengalami kenaikan terus, jika diakumulasi lebih dari 5 bps.
Sebagai catatan, yield dan harga dalam obligasi itu berlawanan arah. Jadi, kenaikan yield menunjukkan harga mengalami penurunan, artinya investor sedang melego obligasi.
Pages