- Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam, IHSG menguat sementara rupiah melemah
- Wall Street ambruk berjamaah karena perang Israel vs Iran memanas
- Kebijakan suku bunga, perang Iran vs Israel dan realisasi APBN akan menggerakkan pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air lagi-lagi berjalan tak seirama pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona penguatan, sementara rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru ditutup di zona pelemahan. Kini pasar mulai fokus pada hasil kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan pada hari ini.
Dalam sisa tiga hari perdagangan, pergerakan IHSG maupun rupiah diperkirakan akan kembali volatile usai serangan balasan Iran terhadap kilang minyak Israel, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencatat defisit hingga kerja sama Indonesia dengan Singapura dalam kunjungan Presiden Pabowo Subianto.
Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (17/6/2026), ditutup menguat 0,54% atau naik 38,26 poin ke level 7.155,85. Penguatan ini berhasil mematahkan kejatuhan IHSG selama empat hari beruntun.
Sebanyak 289 saham naik, 309 saham turun, dan 209 saham tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 11,94 triliun yang melibatkan 18,83 miliar saham dalam 1,22 juta kali transaksi.
Mengutip Refinitiv, mayoritas sektor perdagangan bergerak di zona hijau dengan bahan baku memimpin penguatan dengan kenaikan 3,16%. Lalu diikuti oleh utilitas (1,17%) dan industri (0,74%).
Adapun sektor yang menekan perdagangan kemarin adalah sektor energi yang terkoreksi 0,69%.Investor asing mencatat net sell sebesar Rp 259,32 miliar pada perdagangan kemarin.
Saham tambang emas-tembaga Grup Salim, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penggerak utama IHSG siang ini dengan kontribusi 17,37 indeks poin. Selanjutnya saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga menjadi penggerak IHSG dengan kontribusi masing-masing 10,22 dan 7,32 indeks poin.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (17/6/2025) ditutup pada posisi Rp 16.275/US$ atau turun tipis 0,09%.
Reaksi pasar sejauh ini menunjukkan mata uang AS mulai dijauhi oleh investor terbukti dari nilai tukarnya yang telah jatuh karena meningkatnya kekhawatiran tentang kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Ancaman perdagangan terbaru Donald Trump mendorong dolar ke level terendah dalam tiga tahun pada hari Kamis lalu. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas perdagangan dan geopolitik.
Mengutip Financial Times (FT), mata uang greenback terseret lebih rendah setelah presiden AS itu mengatakan kepada wartawan bahwa ia akan mengirim surat kepada mitra dagang untuk menguraikan tarif baru, dalam beberapa minggu ke depan. Hal tersebut seiring dengan berakhirnya jeda 90 hari pada apa yang disebut pungutan "timbal balik" mendekati bulan depan.
Investor juga mencerna gencatan senjata perdagangan antara AS dan Tiongkok yang diumumkan pada hari Rabu, dan meningkatnya ketegangan antara AS, Israel, dan Iran, dengan pemerintahan Trump yang mengizinkan tanggungan personel militer untuk meninggalkan Timur Tengah.
Sementara itu, sinyal dari Bank Sentral Eropa minggu lalu bahwa siklus pemotongan suku bunganya mungkin sudah mendekati akhir telah mendorong euro menguat.
Euro naik 0,8% menjadi US$1,158 terhadap dolar, menyentuh level terkuatnya sejak Oktober 2021 selama sesi tersebut.
Pergerakan tersebut memperparah penurunan dolar yang telah membuatnya turun hampir 10% tahun ini, akibat kekhawatiran ekonomi atas perang dagang bercampur dengan kekhawatiran atas meningkatnya defisit anggaran dan tanda-tanda bahwa beberapa investor mengurangi eksposur mereka terhadap aset AS.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Selasa (17/6/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau menguat 0,03% di level 6,678%.
Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages