Gak Disangka! Warga AS Berani Bayar Rambutan Rp 500.000/Kg

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Salah satu buah eksotis yang menjadi idola bernama rambutan, si buah berbulu yang tak hanya unik bentuknya, tapi juga diam-diam mengguncang pasar global. Dari Malaysia hingga Sumedang, dari pasar tani ke supermarket elite di New York, rambutan kian bersinar. 

Meski sepupunya pulasan menjadi primadona di kampung halamannya, Malaysia, sebagai produsen terbesar dunia, Indonesia justru menjadikan rambutan sebagai ujung tombak tropisnya.

Pulasan, dengan kulit tebal dan rasa manis yang memikat, tumbuh di tanah-tanah lembab Semenanjung Malaysia, terutama di Perak, Johor, dan Pahang. Budidayanya didorong oleh dukungan pemerintah dan permintaan domestik yang tinggi. Tapi meskipun Malaysia juara dalam hal produksi pulasan, Indonesia memegang kendali naratif di panggung rambutan dunia.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan betapa kuatnya posisi rambutan Indonesia di pasar global. Amerika Serikat tercatat sebagai importir utama berdasarkan nilai dan volume. Sepanjang 2023, Negeri Paman Sam menyerap 415.527 kg rambutan Indonesia dengan nilai fantastis lebih dari US$80.000.

Harga ecerannya pun bukan main: di pasar Amerika, 900 gram rambutan bisa dibanderol antara US$7 hingga US$30 setara Rp110 ribu hingga Rp472 ribu. Itu berarti satu kilogram rambutan asal Indonesia bisa menyentuh angka Rp500 ribu. Setengah juta untuk sejumput tropis.

Konsumen Amerika dikenal selektif, mereka membayar bukan hanya untuk rasa, tapi juga untuk cerita, kesegaran, dan estetika.

Di sinilah rambutan Indonesia unggul dengan kualitas ekspor yang terjaga, standar kemasan yang semakin ditingkatkan, serta citarasa yang otentik, rambutan Indonesia dipandang sebagai the furry fruit of Southeast Asia yang eksotis dan berkelas. Meski bersaing dengan rambutan dari Thailand dan Malaysia, Indonesia tetap menjadi pilihan utama karena pasokannya stabil dan reputasinya mulai mengakar kuat di hati pembeli.

Namun bukan tanpa tantangan. Produksi rambutan Indonesia mencatat fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Setelah mencetak 884.702 ton pada 2021, produksinya menurun berturut-turut pada 2022 dan 2023, masing-masing menjadi 855.162 ton dan 845.107 ton. Angka ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk revitalisasi hul -baik dari sisi bibit unggul, tata niaga, maupun insentif bagi petani.

Potensinya jelas belum tergarap penuh. Sama seperti pulasan yang masih tersandera oleh masa simpan yang pendek dan promosi yang terbatas, rambutan Indonesia pun belum sepenuhnya memanfaatkan euforia buah tropis di pasar dunia. Branding belum optimal, partisipasi dalam pameran internasional belum maksimal, dan inovasi olahan masih terbatas pada bentuk segar. Padahal di era tren makanan fungsional dan superfruit, rambutan menyimpan peluang besar sebagai buah kaya antioksidan dan vitamin.

CNBC INDONESIA RESEARCH

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |