Dolar AS Tak Sekuat Dulu: Saatnya RI Tambah "Amunisi" dari Yuan Cs?

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia perlu mempertimbangkan untuk melakukan dedolarisasi. Pasalnya, dolar Amerika Serikat (AS) terus dalam tren pelemahan sementara mata uang lain terus menguat,  terutama renminbi China.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mengatakan kebijakan tarif resiprokal yang diusung Presiden AS, Donald Trump, serta terus berubahnya kebijakan ekonomi Trump menyebabkan kekhawatiran dari pasar keuangan. Alhasil dolar AS kini tidak lagi menjadi safe haven asset. Banyak investor meninggalkan dolar AS dan beralih ke instrumen lain. 

"Sebelum tarif resiprokal, saya berekspektasi, dengan tarif universal sekitar 10%. Ketika Presiden Trump berkuasa, saya mengharapkan bahwa dolar akan terus menjadi aset safe haven, ya. Tetapi bagi saya, tampaknya setelah tarif timbal balik, ada beberapa kekhawatiran dari pasar keuangan tentang peran dolar sebagai satu-satunya safe haven," ujar Chatib di acara DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025).

Menurutnya, ada kecenderungan terjadinya dedolarisasi, walaupun tidak dalam kasus ekstrem. Maka demikikan, Chatib mengatakan saat ini terjadi depresiasi dolar AS terhadap mata uang utama, termasuk rupiah.

Diversifikasi mata uang menjadi semakin penting, terutama setelah Bank for International Settlements (BIS) mengakui emas sebagai aset berkualitas tinggi. Kendati renminbi belum sepenuhnya mampu menggantikan dolar AS dalam transaksi global, ada tren dedolarisasi yang akan terus berkembang, meskipun peran dolar sebagai mata uang cadangan kemungkinan masih bertahan setidaknya dalam lima tahun ke depan.

"Koreksi saya jika saya salah, tetapi BIS (Bank for International Settlements) baru saja mengakui bahwa emas merupakan bagian dari aset berkualitas tinggi saat ini, benar? Jadi, melihat ini, mungkin sangat penting untuk semacam melakukan diversifikasi terhadap keranjang mata uang," kata Chatib.

Dinamika geopolitik juga menjadi faktor yang memengaruhi pasar keuangan global. Ketegangan antara AS dan China dapat menyebabkan fragmentasi dalam sistem keuangan global, di mana negara-negara berkembang mungkin harus melakukan transaksi dalam renminbi dan dolar AS, yang meningkatkan biaya transaksi.

Lebih lanjut, Chatib mengatakan bahwa jika Anda mengharapkan renminbi akan menggantikan dolar AS, hal itu kemungkinan akan memakan waktu sekitar 10 hingga 15 tahun.

Dolar AS Masih Jadi 'King of FX Reserve'

Dari dulu hingga kini, dolar AS merupakan mata uang yang paling banyak digunakan untuk melakukan perdagangan internasional dan keuangan transaksi.

Lebih lanjut, dolar AS telah berfungsi sebagai cadangan devisa (cadev) dunia mata uang sejak Perang Dunia II.Saat ini, bank sentral memegang hampir 60% mereka dalam dolar AS. Sementara yuan China hanya berperan tak sampai 3% dari total cadev dalam bentuk mata uang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |