Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) buka suara soal serangan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran. Lembaga moneter dunia ini menilai kekisruhan di Timur Tengah ini dapat merusak pertumbuhan ekonomi global.
Peringatan ini disampaikan oleh Managing Director IMF Kristalina Georgieva. Menurutnya, IMF akan mengawasi harga energi dengan saksama, memperingatkan kenaikan harga minyak dapat berdampak berantai di seluruh ekonomi global.
"Pertama, bagaimana hal itu akan berdampak pada premi risiko minyak dan gas. Ada beberapa pergerakan ke atas-seberapa jauh pergerakan itu akan terjadi? Dan kedua: apakah akan ada gangguan pada pasokan energi?" kata Kristalina dikutip dari Bloomberg dan Arab News, Selasa (24/6/2025).
Adapun, pasar minyak sempat rally hingga level tertinggi lima bulan pada akhir pekan lalu, ketika serangan udara AS menghantam fasilitas nuklir Iran, memicu kekhawatiran akan perluasan konflik.
"Risk premium yang sempat membuat harga melonjak pekan lalu kini benar-benar menguap," ujar Tony Sycamore, analis dari IG Group.
Kenaikan harga minyak ini didorong oleh serangan AS ke Iran dan rencana penutupan Selat Hormuz. Kondisi ini diyakini akan menekan pasokan minyak global. Pasalnya, 20% pasokan minyak dunia melewati Selat Hormuz. Sementara itu, China dan Eropa sangat bergantung pada minyak Iran.
Hingga hari ini, Selasa (24/6/2025), harga minyak telah kembali turun. Berdasarkan data Refinitiv pukul 10:00 WIB, harga Brent kontrak Agustus 2025 berada di US$ 69,71 per barel, ambles 2,48% dari sehari sebelumnya.
Sementara itu, minyak mentah acuan AS, WTI, juga longsor ke US$ 66,71 per barel, merosot 2,63% dibandingkan Senin kemarin. Ini menjadi kelanjutan dari aksi jual brutal pada perdagangan sebelumnya, di mana kedua kontrak minyak sempat anjlok lebih dari 7%.
Turunnya harga minyak dipengaruhi oleh kesepakatan gencatan senjata antara AS dan Iran. Presiden AS Donald Trump Selasa (24/06/2025) pagi waktu Indonesia, mengumumkan telah tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Iran.
Sayangnya kabar ini dibantah oleh pemerintah Iran.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memberi pernyataan resmi soal pengumuman gencatan senjata Israel dan Iran dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Abbas menegaskan belum ada kesepakatan gencatan senjata dengan Israel hingga saat ini. Tetapi jika Israel menghentikan serangannya, maka Teheran juga akan berhenti menembak.
"Sampai saat ini, TIDAK ADA kesepakatan tentang gencatan senjata atau penghentian operasi militer," tulis Araghchi di media sosial, dikutip AFP, Selasa (24/06/2025).
"Jika rezim Israel menghentikan agresi ilegalnya terhadap rakyat Iran selambat-lambatnya pukul 4.00 pagi waktu Teheran, kami tidak berniat untuk melanjutkan tanggapan kami setelahnya," tegasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]