Setelah AS Serang Iran, Pasar Pasang Mata ke Sini

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia — Pasar saham global diperkirakan akan mengalami tekanan pada pembukaan awal pekan ini setelah serangan militer Amerika Serikat ke Iran selama akhir pekan.

Ketegangan geopolitik yang meningkat diprediksi memicu aksi jual mendadak, sementara investor mencermati risiko balasan dari Iran dan lonjakan harga minyak.

Situasi di Timur Tengah kini menjadi fokus utama pelaku pasar, mengalahkan perhatian terhadap rilis data ekonomi AS yang dijadwalkan pekan ini.

Dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Trump menyebut serangan tersebut sebagai "keberhasilan militer yang spektakuler". Ia juga mengatakan fasilitas pengayaan nuklir Iran telah "dihancurkan" dan memperingatkan bahwa militer AS bisa menargetkan fasilitas lain jika Iran menolak berdamai.

Menanggapi serangan itu, Iran menyatakan tetap memiliki semua opsi untuk membela diri dan memperingatkan akan ada "konsekuensi abadi". Negeri itu juga dilaporkan meningkatkan serangan militernya terhadap Israel.

"Sulit membayangkan pasar saham tidak bereaksi negatif, pertanyaannya hanya seberapa besar," ujar Steve Sosnick, Kepala Strategi Pasar di Interactive Brokers, Connecticut, melansir Reuters, Minggu (22/6/2025).

Ia menambahkan bahwa reaksi pasar akan sangat tergantung pada respons Iran dan apakah harga minyak melonjak tajam.

Sosnick menilai dampak terbesar justru terletak pada efek lanjutan seperti harga minyak, stabilitas pasar, dan potensi kenaikan harga di sektor ekonomi lain. Menurutnya, tak ada saham penting secara global yang secara langsung terdampak oleh serangan AS.

Adapu indeks acuan S&P 500 masih bergerak di bawah level tertingginya pada Februari, meski sudah bangkit dari kejatuhan awal April seiring meredanya ketegangan tarif. Namun, indeks ini kini tertahan sekitar 2,7% di bawah level penutupan tertingginya dan belum mencetak rekor baru selama 27 sesi perdagangan terakhir.

Konflik Israel-Iran telah mendorong lonjakan tajam harga minyak dan meningkatkan kehati-hatian pelaku pasar. Meski begitu, sebagian besar dampak geopolitik sejauh ini masih lebih dirasakan di pasar minyak dibanding pasar saham.

Investor saham tetap waspada terhadap potensi lonjakan inflasi akibat harga minyak yang tinggi. Kenaikan ini dapat menggagalkan harapan pemangkasan suku bunga dari Federal Reserve yang sebelumnya diperkirakan akan dilakukan tahun ini.

Pada Rabu lalu, The Fed mempertahankan suku bunga acuan dan memberi sinyal bahwa biaya pinjaman kemungkinan tetap akan dipangkas tahun ini. Namun, mereka memperkirakan laju penurunan suku bunga akan lebih lambat dibanding proyeksi pada pertemuan bulan Maret, seiring ekspektasi lonjakan inflasi akibat rencana tarif Trump.

"Pertanyaannya kini pada harga minyak dan dampaknya terhadap inflasi - ini akan menentukan arah kebijakan moneter dan berapa lama The Fed mempertahankan suku bunga tetap restriktif," kata Sonu Varghese, analis makro global di Carson Group.

Ia menambahkan bahwa kondisi ini akan mendorong pergerakan modal ke aset aman seperti dolar AS dan obligasi pemerintah.

Meski begitu, sebagian pelaku pasar memperkirakan eskalasi ketegangan ini hanya bersifat jangka pendek dan tidak akan berkembang menjadi konflik berkepanjangan. Mark Malek, CIO Siebert Financial, justru menyebut langkah Trump bisa menjadi kabar baik bagi pasar saham.

"Saya kira ini akan positif untuk pasar karena investor sudah bersiap dua pekan terakhir atas ketidakpastian, dan kini sudah ada kejelasan bahwa ini bukan konflik jangka panjang," ujarnya. Ia melihat serangan ini sebagai tindakan satu kali, bukan awal dari perang besar.

Di luar konflik, pelaku pasar juga akan mencermati serangkaian data ekonomi AS yang akan dirilis pekan ini. Data tersebut meliputi aktivitas bisnis dan penjualan rumah pada Senin, angka keyakinan konsumen pada Selasa, serta indeks harga PCE pada Jumat.

Sebelumnya, keyakinan konsumen AS sempat anjlok beberapa bulan terakhir akibat kekhawatiran resesi dan inflasi yang dipicu tarif. Namun dengan inflasi yang terkendali dan tercapainya gencatan dagang dengan China, investor berharap ada pemulihan sentimen.

"Ingat, data berbasis survei anjlok di Maret, April, dan Mei, harapan saya, data kali ini akan mulai menunjukkan perbaikan," ujar Mark Hackett, kepala strategi pasar di Nationwide, dalam wawancara sebelum AS menyerang Iran.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking News: Harga Minyak Meroket 10% Pasca Israel Serang Iran

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |