Rupiah Maju Tak Gentar, Dolar AS Bisa Sentuh Level Rp15.000-an?

3 weeks ago 7
Update Info Siang Akurat Terbaik

Jakarta, CNBC Indonesia - Apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terjadi belakangan ini. Hal ini terjadi bersamaan dengan indeks dolar AS (DXY) yang terus melemah.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah telah menguat selama tujuh hari beruntun atau sejak 15 hingga 23 Mei 2025.

Bahkan jika dilihat dari titik terlemahnya yakni pada 9 April 2025, rupiah telah menguat sebesar 3,82% yakni dari Rp16.860/US$ hingga ke level Rp16.215/US$.

Secara teknikal, rupiah memang masih berpeluang untuk kembali menguat ke level Rp16.090/US$ hingga Rp16.100/US$ yang merupakan support level dari USDIDR.

TVFoto: USDIDR
Sumber: TradingView

Hal ini semakin diperkuat karena DXY yang terus mengalami depresiasi dan hingga 26 Mei 2025 per 11;05 WIB, berada di angka 98,78 atau terkoreksi 0,33%.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo baru saja mengumumkan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,50%. Selain inflasi dan pertumbuhan ekonomi, rupiah juga menjadi pertimbangan dalam penentuan BI rate.

Perry mengungkapkan rupiah ke depan akan bergerak stabil dan cenderung menguat.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menambahkan, penguatan rupiah tidak terlepas dari anjloknya dolar AS.

"Dolar sekarang juga melemah karena baru di downgrade kemarin sama Moody's dan rating agency lain lagi dan mereka mengalami twin deficit, di budget dan neraca dagang," papar Destry dalam Outlook Ekonomi DPR bertajuk 'Indonesia Menjawab Tantangan Ekonomi Global', Selasa (20/5/2025).

Adapun, downgrade dari rating agency, yakni Moody's, terhadap utang AS ini dipicu oleh kebijakan tarif respirokal Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan ini memicu ketidakpastian di AS. Alhasil, aliran modal dari AS kembali masuk ke emerging market dan instrumen emas.

"Ini tercermin di Indonesia ada inflow ke SBN, saham dan beberapa masuk ke SRBI," kata Destry.

Bahkan, dia mengklaim volatilitas nilai tukar telah semakin mereda, jika dibandingkan negara lain. "Ini mencerminkan kestabilan rupiah yang relatif membuat adanya confidence dan jadi dasar kuat Bapak dan Ibu kalau mau bisnis tentu dibutuhkan stabilitas," ujarnya.

Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger juga menyampaikan potensi DXY yang terus ditinggal investor karena Trump kembali membahas soal tarif dagang. Ketika DXY terus tertekan, maka rupiah berpotensi kembali mengalami apresiasi.

Sebagai informasi, Trump memutuskan untuk menunda rencananya mempercepat penerapan tarif impor sebesar 50% terhadap barang-barang dari Uni Eropa, setelah mendapat permintaan langsung dari Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

Trump menyatakan bahwa ia akan memperpanjang tenggat waktu pembicaraan dagang hingga 9 Juli 2025, sesuai dengan target awal yang ia tetapkan pada April lalu.

Keputusan pada Minggu (25/5/2025) waktu setempat ini diambil hanya 2 hari setelah Trump mengancam akan mempercepat penerapan tarif tinggi mulai 1 Juni, dengan alasan frustrasi terhadap lambatnya kemajuan perundingan dagang antara AS dan Uni Eropa.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga menyampaikan pesan melalui akun media sosial X, menyebut bahwa percakapan dengan Trump berlangsung "baik" dan bahwa Uni Eropa "siap bergerak cepat" dalam perundingan dagang.

Dengan kondisi yang ada saat ini, Birger menyampaikan soal rupiah yang secara year to date/ytd masih melemah bahkan dibandingkan dengan mata uang lainnya termasuk Filipina (Peso).

Birger mengatakan bahwa Peso Filipina telah menguat lebih dari 4%, maka jika dibandingkan apple to apple dengan Filipina, rupiah Indonesia berpotensi menyentuh level Rp15.600/US$ dengan asumsi penguatan sekitar 4% juga.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |