Putaran Uang dan Jutaan Kehidupan dalam Secangkir Teh

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Dalam secangkir teh, tersembunyi simfoni kerja keras, cuaca, geopolitik, dan selera. Ia tampak sederhana di meja kita, hangat, aromatik, menenangkan. Ternyata di dalam wangi seduhannya bergulirlah rantai ekonomi global bernilai miliaran dolar dan nasib jutaan petani kecil yang menggantungkan hidup pada tiap helai daun yang diracik menjadi cita rasa dunia.

Food and Agriculture Organization (FAO) memperlihatkan betapa vitalnya teh bagi pasar global. Produksi teh dunia pada 2022 mencapai 6,7 juta ton, tumbuh 3,2% per tahun selama satu dekade terakhir. Tiongkok mendominasi dengan hampir setengah dari total produksi dunia (3,34 juta ton), disusul India (1,37 juta ton), Kenya (542.561 ton), dan Sri Lanka (255.973 ton). Sementara itu, konsumsi global mencapai 6,5 juta ton pada 2022, dengan pertumbuhan 3,3% per tahun, terutama digerakkan oleh pasar domestik Asia seperti Tiongkok dan Pakistan.

Seorang pemetik teh memetik daun teh di perkebunan pada pagi hari di Norwood, Provinsi Tengah, Sri Lanka, 19 Agustus 2022. REUTERS/Joseph CampbellFoto: REUTERS/Joseph Campbell
Seorang pemetik teh memetik daun teh di perkebunan pada pagi hari di Norwood, Provinsi Tengah, Sri Lanka, 19 Agustus 2022. REUTERS/Joseph Campbell

Kenaikan konsumsi ini mendorong permintaan akan teh hijau dan teh hitam premium. FAO mencatat, dalam 10 tahun ke depan, produksi teh hijau diproyeksikan tumbuh 6,3% per tahun hingga menembus 4,25 juta ton pada 2032. Sementara itu, teh hitam diperkirakan tumbuh lebih lambat sebesar 1,6% per tahun. Perubahan selera konsumen global yang kini kian sadar kesehatan membuat minuman herbal seperti Pu'er dan oolong naik daun, membuka peluang diversifikasi bagi negara produsen.

Namun, di tengah pertumbuhan itu, ada tantangan struktural seperti iklim ekstrem, volatilitas harga, biaya produksi yang meningkat, dan rendahnya produktivitas.

Negara seperti Sri Lanka bahkan mengalami penurunan produksi hingga 15,6% akibat pelarangan pupuk dan krisis ekonomi domestik. Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi stagnasi produktivitas, dengan produksi teh hijau diprediksi naik hanya 0,1% per tahun, sementara ekspor kita masih bertahan di angka 6.244 ton hingga 2032 jauh di bawah Vietnam, Jepang, dan tentu saja China.

Teh juga menjadi penyumbang devisa utama bagi banyak negara berkembang.

Di Kenya dan Sri Lanka, hasil ekspor teh menjadi tulang punggung pembiayaan pangan. Bagi Indonesia, pengembangan teh bukan sekadar soal ekspor, tapi juga pembangunan ekonomi pedesaan dan keberlanjutan sosial.

Jutaan petani kecil dari Jawa Barat hingga Sumatera hidup dari daun ini. Setiap fluktuasi harga global adalah denyut nadi yang bisa mempercepat atau memperlambat dapur mereka mengepul.

Peluangnya terbuka lebar. FAO menyebut bahwa premiumisasi, diversifikasi, dan inovasi seperti teh organik, teh khusus (specialty), dan varian teh kesehatan adalah kunci memperluas pasar. Negara produsen seperti Indonesia perlu memperkuat posisi di pasar global, tidak hanya sebagai pemasok bahan mentah, tapi juga pemain utama dalam pasar teh bernilai tambah tinggi.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |