-
Pasar keuangan Tanah Air bergerak variatif pada perdagangan kemarin Senin (25/6/2025), IHSG melemah sementara rupiah terbang
-
Wall Street menutup perdagangan dengan beragam
-
Pelaku pasar kembali wait and see sejumlah data eksternal, terutama soal pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja AS.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air bergerak beragam pada perdagangan kemarin Rabu (25/6/2025), merespon sikap investor yang kembali mode wait and see sejumlah data ekonomi Amerika Serikat (AS) dan mengantisipasi sikap the Fed yang hawkish.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bergerak positif pada perdagangan hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi perdagangan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini,
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,54% atau 37 poin ke level 6.832,14. Pelemahan kemarin berbanding terbalik dengan pergerakan IHSG sehari sebelumnya yang berhasil rebound kencang di atas 1%.
Sebanyak 401 saham turun, 212 naik, dan 186 tidak bergerak. Nilai transaksi kemarin cukup ramai mencapai Rp 12,64 triliun yang melibatkan 22,46 miliar saham dalam 1,19 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun hampir kembali ke level 11.000 triliun atau tepatnya turun menjadi Rp 12.024,52 triliun.
Kondisi IHSG kemarin juga berbanding terbalik dengan bursa kawasan. Nikkei menutup pasar dengan kenaikan 0,39%, bursa Shanghai 1,04%, dan Kospi 0,15%.
IHSG juga mengalami outflow di pasar regional mencapai Rp1,01 triliun, sementara di pasar nego dan tunai masih net buy sebesar Rp77,64 miliar, sehingga secara total indeks mengalami outflow asing sebanyak Rp931,09 miliar.
Berbanding terbalik dengan IHSG yang melemah, rupiah malah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin.
Merujuk data Refinitiv, rupiah menguat hingga 0,37% ke level Rp16.285/US$. Ini menandai penguatan mata uang Garuda selama dua hari beruntun setelah sehari sebelumnya rupiah menguat 0,82%.
Rupiah menguat meskipun kemarin indeks dolar AS (DXY) mengalami penguatan sekitar 0,16% ke level 98.01 per pukul 15:00 WIB.
Penguatan rupiah terhadap dolar AS pada kemarin masih disebabkan oleh sentimen perang di Timur Tengah, antara Israel dan Iran yang sudah cukup mereda. Hal ini direspon sangat baik oleh pelaku pasar dengan meningkatnya permintaan beli pada mata uang rupiah.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Erwin Gunawan Hutapea menjelaskan, pergerakan kurs rupiah pada kemarin murni berdasarkan mekanisme pasar.
Menurut Erwin, mengedepankan mekanisme pasar berjalan dengan baik tanpa harus sering melakukan intervensi merupakan prinsip BI dalam menjaga stabilitas rupiah.
Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) menguat setelah Gubernur The Fed, Jerome Powell menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Hal tersebut diungkapkan Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS .
Sementara itu dari pasar surat utang pada kemarin terpantau dibeli investor lagi. Mengutip data dari Refinitiv, yield obligasi tenor 10 tahun RI mengalami penurunan sebesar 3,9 basis poin (bps) menjadi 6,66%.
Perlu dipahami, bahwa pergerakan yield dan harga itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield turun, maka harga obligasi sedang naik, atau diburu investor.
Pages