Israel Salah Sasaran, Malah Tembak Kapal Perang AS-34 Tentara Tewas

8 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Rabu pagi, 8 Juni 1967, kapal perang USS Liberty tengah berlayar tenang di perairan internasional dekat Semenanjung Sinai. Namun, suasana tenang itu berubah drastis sekitar pukul 09.00 waktu setempat ketika alarm peringatan kapal mendadak berbunyi nyaring.

Kapten kapal, William L. McGonagle, segera menuju layar radar. Di sana, dia melihat sejumlah titik muncul bergerak cepat menuju kapal. Dari ketinggian dan jarak yang terpantau, titik tersebut diidentifikasi sebagai pesawat tempur yang terbang sekitar 5.000 kaki dan berada dua mil dari posisi Liberty.

Menyadari potensi ancaman, McGonagle langsung melaporkan situasi tersebut kepada Laksamana William Martin di Armada Keenam Angkatan Laut Amerika Serikat. Namun, sebelum sempat menerima respons, dua pesawat tersebut menurunkan ketinggian dan langsung melepaskan tembakan ke arah Liberty.

Serangan mendadak itu menewaskan sembilan awak kapal dan melukai lebih dari 70 lainnya, termasuk Kapten McGonagle yang terkena peluru di lengan dan paha.

Menyangka serangan berasal dari militer Mesir, McGonagle memerintahkan anak buahnya untuk membalas tembakan. Aksi tembak-menembak pun terjadi di tengah laut. Situasi pun makin panas.

Tak berselang lama, beberapa kapal torpedo mendekat dan ikut menyerang. Salah satu tembakan meriam mereka menghantam bagian kapal. Lalu lima torpedo lain dilepaskan. Satu di antaranya membuat ledakan besar.  

Ledakan itu menewaskan 25 awak kapal. Jadi, total awak tewas mencapai 34 prajurit. William D. Gerhard dalam Attack on the USS Liberty (2009) menyebut, mayoritas korban selamat juga mengalami luka bakar parah imbas ledakan.

Kapal Liberty sendiri berada di ambang kehancuran dan nyaris tenggelam.

Di tengah kekacauan, pihak penyerang tiba-tiba terlihat tampak ragu. Mereka yang awalnya meyakini telah menargetkan musuh mulai merasakan kejanggalan. Sebab, kapal yang diserang tidak memberikan perlawanan berarti. 

Beberapa menit kemudian, ketika salah satu sekoci penyelamat USS Liberty berhasil mereka dekati, terlihat jelas lambang resmi Angkatan Laut Amerika Serikat. 

Saat itulah kesalahan besar terungkap. Ternyata kapal yang diduga musuh itu adalah milih Angkatan Laut Amerika Serikat dan serangan tersebut ternyata dilakukan oleh sekutu dekat, yakni Israel.

Israel Salah Sasaran

Dalam penceritaan James M. Ennes dalam Assault on the Libery (1987), ketika hari kejadian, tensi dunia Arab sedang meningkat imbas pertempuran antara Israel dan negara-negara Arab. Dalam pertempuran yang dikenal sebagai Perang Enam Hari, AS memang tak terlibat. Tapi, mereka merasa penting mengumpulkan data intelijen. 

Pentagon lantas mengirim USS Liberty sebagai kapal intelijen. Misi itu dijalankan secara diam-diam. USS Liberty berlayar sendirian tanpa pengawalan kapal tempur, tanpa identitas jelas, dan tanpa mengibarkan bendera AS. Bahkan, keberadaannya tidak diinformasikan kepada negara lain, termasuk ke Israel. 

Keputusan untuk merahasiakan kehadiran kapal ini kelak menjadi awal petaka.

Di hari-hari awal perang, Israel telah mencurigai kapal asing yang bergerak tanpa identitas di perairan internasional. Saat itu, perairan internasional sudah ditutup. Praktis, satu kapal yang bergerak tanpa identitas menarik perhatian militer. 

Militer Israel tidak mengetahui bahwa kapal tersebut adalah bagian dari operasi militer AS. Kecurigaan itu makin menguat saat 8 Juni 1967, Israel menerima laporan tentang adanya serangan terhadap pasukannya.

Mereka menduga serangan itu berasal dari kapal perang. Melihat adanya kapal asing yang selama ini mereka curigai, militer Israel kemudian menganggap kapal itu sebagai milik Mesir, musuh mereka dalam perang.

Serangan pun dilakukan. Tanpa disadari bahwa kapal tersebut ternyata adalah milik Angkatan Laut Amerika Serikat.

Begitu Amerika mengetahui bahwa kapal USS Liberty diserang, reaksi keras langsung muncul dari Washington. Pemerintah AS awalnya mengira serangan dilakukan militer Rusia. Namun, setelah terkonfirmasi, serangan dilakukan oleh sekutu sendiri. Kemarahan pun muncul. 

Israel lalu mengakui kesalahan dan menawarkan kompensasi sebesar US$12 juta untuk keluarga para korban.

Meskipun Presiden Lyndon B. Johnson (1963-1969) menerima permintaan maaf dan tawaran kompensasi tersebut, kasus ini meninggalkan luka mendalam. Banyak pihak, termasuk keluarga korban, merasa bahwa pemerintah AS tidak cukup tegas terhadap Israel.

Sebab, tragedi USS Liberty merupakan serangan pertama terhadap kapal militer AS setelah Perang Dunia II (1939-1945).

Dalam pandangan mereka, jika negara lain yang melakukan serangan serupa, respons Amerika kemungkinan besar akan jauh lebih keras. Bahkan bisa berujung pada tindakan militer.


(mfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Taiwan-China Panas! 9 Jet Tempur-Kapal Perang Xi Jinping Kepung Pulau

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |