Ekonomi Dunia Berantakan, Negara Kekuatan Tengah Bisa Jadi Poros Baru?

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia yang tergabung dalam kelompok MIKTA telah menegaskan komitmennya untuk membenahi perekonomian global, melalui pendalaman kerja sama internasional hingga upaya kolektif merealisasikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Kelompok negara-negara yang mendefinisikan diri sebagai kekuatan tengah atau middle power itu melihat penguatan kerja sama multiaspek, mulai dari kerja sama ekonomi, sosial, hingga politik, menjadi sangat penting di tengah kompleksitas krisis dunia saat ini, yang beriringan dengan semakin memburuknya tensi konflik geopolitik lintas negara.

Sejumlah lembaga internasional pun telah memperkirakan, perpecahan dunia yang kian memburuk berpotensi terus memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan global. Bank Dunia (World Bank) misalnya, memperkirakan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 2,3% pada 2025 dan 2,4% pada 2026. Prediksi terbaru itu turun dari perkiraan sebelumnya dalam GEP edisi Januari 2025 masing-masing tahun sebesar 2,7%.

Proyeksi itu pun semakin jauh dari realisasi pertumbuhan pada 2022 sebesar 3,3%, serta 2023-2024 di level 2,8%. Bank Dunia juga memperkirakan 7 negara di berbagai belahan dunia berpotensi masuk ke jurang krisis karena ekonominya malah terkontraksi atau minus tahun ini.

Oleh sebab itu, MIKTA pun memastikan penguatan komitmen kerja sama menjadi agenda penting. Penguatan ini telah menjadi fokus MIKTA saat di bawah keketuaan Meksiko untuk periode 2024 silam melalui pernyataan bersama hasil Pertemuan Tingkat Tinggi MIKTA Development Cooperation Network ke-4. Komitmen penguatan kerja sama pembangunan ini akan dilanjutkan di bawah keketuaan Korea Selatan pada 2025 ini.

"Kami telah menyampaikan niat kami untuk memperkuat kerja sama internasional dan peran konstruktif MIKTA dalam agenda internasional. Serta akan dipertegas dibawa keketuaan Korea pada 2025," ucap Wakil Kedutaan Besar Meksiko di Indonesia, Alonso Martin Gomez-Favila dalam acara diskusi di kantor Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Sejumlah kajian menunjukkan, MIKTA memiliki potensi besar untuk menjadi poros baru penguatan ekonomi dunia. Dalam catatan di paper Review of International Law & Politics Vol. 11 No. 42 terbitan 2015 berjudul "MIKTA: A Functioning Product of "New" Middle Power-ism?", kelima negara anggota MIKTA mencakup seperempat ekonomi terbesar dunia di G20, dengan jumlah populasi mewakili 500 juta orang, PDB senilai US$ 5,6 miliar dan volume perdagangan total US$ 1,5 triliun.

Sayangnya, potensi besar perekonomian masing-masing negara belum membuat para anggota MIKTA memiliki kerja sama kolektif yang kongkrit, karena mereka masih menjajaki bidang-bidang kerja sama berdasarkan prioritas dan kebutuhan khusus masing-masing negara MIKTA, sebagaimana tertulis dalam Joint Statement on the 4th High-Level Meeting of the MIKTA Development Cooperation Network.

Belum adanya fokus kerja sama ekonomi yang lebih detail dan konkret juga diakui oleh Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri Indonesia, Tri Purnajaya. Ia mengungkapkan bahwa MIKTA bahkan belum memiliki forum bisnis selama berdiri sejak 2013 silam.

"Dalam hal kerja sama keuangan juga misalnya, local currency transaction, kita belum memilikinya saat ini. Itulah sebabnya saya pikir perlu ada yang lebih konkret, karena banyak diskusi di tingkat menteri dan pemimpin luar negeri yang terkadang tidak terlalu teknis," ucap Tri Purnajaya.

Namun, Tri menganggap, masih adanya ruang-ruang kosong dalam pembahasan di MIKTA selama ini menjadi peluang baru bagi negara-negara kekuatan tengah itu untuk terus mengembangkan kerja samanya, termasuk dalam hal implementasi kerja sama yang lebih konkret.

"Dan mungkin di bidang ekonomi, meski sejauh ini kita belum punya, misalnya forum bisnis, namun saya memiliki harapan MIKTA mempunyai keinginan untuk lebih besar lagi, termasuk dalam hal kerja sama ekonomi, dalam hal perdagangan dan investasi," tegas Tri.

Dengan berbagai catatan itu, MIKTA di bawah keketuaan Korea Selatan pun mengangkat tiga agenda utama untuk membenahi kembali sistem kerja sama dunia, yakni membangun perdamaian dunia, mendorong keterlibatan pemuda, dan mempercepat capaian tujuan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG's).

"Dengan bekerja sama, negara-negara MIKTA dapat memperkuat suara kolektif kita dan berfungsi sebagai kekuatan penstabil dalam urusan global. Peran middle power saat ini tidak pernah lebih penting dari sebelumnya," ujar Wakil Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia Park Soo-deok.

Merujuk pada kajian lembaga think tank asal Turki, The Center for Eurasian Studies (AVİM) berjudul Multilateralism Revisited: Turkey and Its Term Presidency In MIKTA, disebutkan bahwa MIKTA memang mampu menawarkan kepada para anggotanya sarana untuk meningkatkan kerja sama global.

Profil negara-negara anggota, terlepas dari perbedaan dalam hal lokasi, PDB, dan budaya, juga menunjukkan bahwa banyak hal dapat dicapai melalui kerja sama. Misalnya, Australia adalah salah satu penyedia bahan baku terbesar bagi kawasan Asia Pasifik, sementara Korea Selatan adalah salah satu pelaku ekonomi yang signifikan di Asia.

Meksiko disebut sebagai aktor lain yang menjanjikan karena kedekatannya dengan AS, keanggotaan di United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA), dan hubungan yang berkembang dengan pasar Amerika Tengah maupun Selatan.

Sementara Indonesia, disebut memiliki kekuataan di ASEAN dan memiliki lokasi yang cukup strategis. Sedangkan Turki, disebut sebagai salah satu kekuatan menengah yang memiliki lokasi strategis, dan hubungan diplomatik yang erat dengan banyak bangsa, mulai dari Balkan, Kaukasus, Asia Tengah, hingga Timur Tengah.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Sri Mulyani Ungkap Kengeriaan, Dunia Tak Sama Seperti 50 Tahun Lalu

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |