Nanas Malaysia Mendunia Berkat Teknologi AI, RI Kebagian Apa?

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketika Malaysia mengumumkan bahwa industri nanasnya telah menembus nilai MYR1,3 miliar (setara Rp4,5 triliun), dunia mulai menoleh ke selatan Semenanjung Malaya. Dengan lebih dari 8.000 petani dan 300 perusahaan terlibat, negara jiran kini menjadikan nanas sebagai simbol transformasi pedesaan.

Di balik kisah sukses ini, muncul pertanyaan yang menggelitik bagaimana nasib nanas Indonesia sang produsen terbesar keempat dunia dalam mengejar momentum serupa?

Indonesia memang bukan pemain kecil. Menurut data Badan Pangan Dunia (FAO), produksi nanas RI mencapai 1,8 juta ton pada 2023-2024. Sementara data dari Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan capaian yang jauh lebih besar pada 2023, produksi nanas Indonesia mencapai 3,15 juta ton, naik signifikan dari 2,44 juta ton pada 2020.

Sayangnya, lonjakan produksi ini belum sepenuhnya berbanding lurus dengan kinerja ekspor.

Nilai ekspor nanas Indonesia pada 2023 hanya US$5,6 juta, bahkan lebih rendah dari capaian 2021 yang sempat menyentuh US$5 juta angka yang jauh di bawah potensi produksi nasional.

Kontras dengan Malaysia yang mengedepankan inovasi teknologi seperti drone, AI, hingga pemanfaatan limbah nanas untuk pakan ternak Indonesia belum memiliki roadmap komoditas nanas yang agresif dan terukur. Di Johor, seorang petani mampu meningkatkan pendapatan dari MYR180.000 menjadi MYR 350.000 per tahun hanya dengan adopsi teknologi drone.

Di Kedah, kecerdasan buatan (AI) dan citra satelit digunakan untuk memantau tanaman, yang berhasil meningkatkan hasil panen hingga 30% dan menurunkan biaya operasional sebesar 40%.

Kemajuan teknologi ini membantu Malaysia memenuhi permintaan yang terus meningkat dari pasar luar negeri seperti China dan Singapura.

Dalam Rencana Malaysia ke-13 yang akan datang, kementerian menargetkan perluasan lahan budidaya hingga 30.000 hektare, peningkatan produksi menjadi 1 juta ton metrik, dan menggandakan ekspor nanas dari 2.300 menjadi 4.000 kontainer per tahun.

Sementara di Sarawak, varietas lokal SG1 dikembangkan sebagai alternatif MD2 premium. Ini menunjukkan bukan hanya skala produksi, tapi nilai tambah dan diferensiasi varietas menjadi kunci.

Dalam lanskap global, Filipina tetap menjadi juara dengan produksi 2,7 juta ton per tahun. Perusahaan multinasional seperti Del Monte dan Dole mendominasi ladang di Mindanao.

Varietas MD2 dan Queen tak hanya digemari di Asia Timur, tapi juga masuk ke pasar premium di Timur Tengah.

FAO mencatat bahwa nanas dunia tumbuh optimal pada suhu 23-24°C dengan kelembaban tinggi, dan sangat sensitif terhadap kelebihan air serta defisit irigasi saat masa vegetatif. Artinya, manajemen iklim dan air menjadi penentu kualitas dan kuantitas buah yang kompetitif.

Nanas bukan sekadar buah tropis manis, ia adalah tanaman hortikultura strategis. Dengan kandungan bromelain yang tinggi, buah ini tak hanya laku sebagai pangan, tapi juga diminati di industri farmasi dan kosmetik.

Dunia kini menuntut nanas berkualitas tinggi, rendah asam, dan tinggi kadar gula-standar yang hanya bisa dicapai lewat riset varietas dan praktek agrikultur presisi.

Kini, pilihan ada di tangan Indonesia. Apakah akan tetap menjadi "raksasa tidur" yang produktif tapi pasif di pasar global? Atau mulai menatap nanas sebagai komoditas strategis dengan investasi teknologi, varietas unggul, dan strategi branding yang matang seperti Malaysia? 

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |