Duduk Perkara Korupsi PDNS yang Jerat Eks Dirjen Kominfo

6 hours ago 1

Jakarta -

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Jaksa mengungkap duduk perkara korupsi ini hingga membuat negara mengalami kerugian ratusan miliar rupiah.

Kelima tersangka itu di antaranya eks Dirjen Aptika Kominfo 2016-2024 Semuel Abrijani Pangarepan, eks Direktur Layanan Aptika Kominfo Bambang Dwi Anggono (BDA). Kemudian ada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek PDNS, Nova Zanda (NZ) dan eks Direktur Bisnis pada PT Aplikanusa Lintasarta, Alfi Asman (AA) dan Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).

Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat menyebut awalnya Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN). Tujuan PDN itu untuk mengelola data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional. Namun tersangka justru membuat hal lain yang tak sesuai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada tahun 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan IaaS 2020 yang tidak sesuai dengan tujuan Perpres Nomor 95 Tahun 2018," kata Safrianto dalam jumpa pers di Kajari Jakpus, Kamis (22/5/2025).

Dalam pelaksanaan dan pengelolaannya, PDNS dibuat selalu bergantung kepada pihak swasta. Kala itu pemenang tender yakni PT Docotel pada 2020 yang menyeret tersangka eks Account Manager PT Docotel Teknologi, Pinie Panggar Agustie (PPA).

Lalu pada 2021-2024, proyek PDNS dimenangkan oleh PT Aplikasinusa Lintasarta (AL). Hanya saja, pemenang tender ini justru mensubkon ke perusahaan lain demi memperoleh keuntungan oleh para tersangka yang dilakukan dengan pemufakatan untuk pengkondisian pelaksanaan kegiatan PDNS.

"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkon kan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," ungkapnya.

Dalam kasus ini, Safrianto menegaskan kerugian negara masih dihitung. Penghitungan itu dilakukan oleh ahli keuangan negara atau auditor negara di BPKP bersama penyidik.

"Pada hari ini kami luruskan berdasarkan perhitungan sementara oleh penyidik diperoleh fakta kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar. Untuk angka pastinya, belum dapat kami sampaikan pada teman-teman media dan masyarakat karena sedang dilakukan perhitungan," ungkapnya.

Kasus Proyek PDNS Rp 958 Miliar

Sebelumnya, kasus ini bermula pada 2020 Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar. Dalam prosesnya, ada dugaan pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta, yakni PT Aplikanusa Lintasarta (AL).

"Pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar, dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL," kata Bani dalam keterangan pers tertulis, Jumat (14/3).

Seperti diketahui, saat ini Kominfo sudah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengkondisian ini disebut Bani berlangsung selama 5 tahun.

"Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," jelasnya.

(fas/fas)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |