Dolar Amerika Bisa Bantu BI Pangkas Bunga Lebih Besar Lagi

6 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kemarin, Rabu (21/5/2025) mengumumkan soal pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%. Ruang BI untuk memangkas suku bunga diyakini masih besar ke depan.

Sebagai informasi, dengan pemangkasan suku bunga BI, maka Deposit Facility juga turun menjadi sebesar 4,75% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 6,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (21/5/2025) menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali pada 2,5% plus minus 1%, mempertahankan nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"BI akan menjaga inflasi dalam sasaran dan nilai tukar rupiah sesuai fundamental mencermati kondisi terkini serta mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi," kata Perry.

Keputusan suku bunga yang diturunkan ini membawa harapan pergerakan pasar keuangan Tanah Air lebih bergairah, karena suku bunga turun bisa memicu likuiditas lebih banyak seiring sikap pelaku pasar yang lebih berani menempatkan dananya di aset yang lebih berisiko, seperti saham.

Peluang BI Pangkas Suku Bunga Lanjutan

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang juga mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang untuk terus menurunkan suku bunga acuannya.

Ia menjelaskan, faktor pertama yang membuat BI masih bisa terus menurunkan suku bunga acuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ialah nilai tukar rupiah yang terus mengalami penguatan terhadap dolar AS.

Dilansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara month to date/mtd telah menguat sekitar 1,66% yakni dari Rp16.595/US$ menjadi Rp16.320/US$.

Apresiasi rupiah ini terjadi di tengah penurunan indeks dolar AS (DXY) terhadap mata uang utama negara-negara lainnya. Dalam sepekan terakhir, DXY telah turun lebih dari 1% meskipun beberapa pekan lalu, DXY sempat menanjak tipis.

"Jika kecenderungan dolar AS terus melemah terhadap mata uang utama, maka saya pikir masih ada ruang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran," paparnya.

Faktor kedua, ia menegaskan tekanan inflasi juga sangat minim di Indonesia. "Jadi, saya melihat masih ada ruang untuk itu, karena inflasi kita saat ini kurang dari 3%, bahkan sekitar 2,5%," paparnya.

Faktor ketiga, atau yang terakhir, ialah makin minimnya probabilitas bank sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve atau The Fed menaikkan suku bunga Fed Fund Ratenya dalam jangka waktu ke depan.

Ekonom IPOT Sekuritas, Luthfi Ridho juga melihat hal serupa dengan Chatib.

Dalam laporannya, ia menjelaskan soal pemangkasan suku bunga akan mendukung peningkatan aktivitas ekonomi, mengingat situasi ekonomi saat ini menunjukkan permintaan domestik yang lebih lemah dari perkiraan sepanjang tahun.

"Namun, risiko terhadap nilai tukar rupiah bisa meningkat, terutama jika Federal Funds Rate (FFR) tetap tidak berubah pada pertemuan bulan Juni 2025. Meskipun demikian, kami mengubah ekspektasi kami terhadap suku bunga BI menjadi sekitar 5,0% di FY25 (dua kali pemangkasan tambahan masing-masing sebesar 25 basis poin)," dikutip dari laporannya.

Sementara Kepala Ekonom Bank Permata, Joshua Pardede memperkirakan terdapat ruang untuk satu kali lagi penurunan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25% pada semester II-2025.

"Namun, BI tetap perlu menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan dan menjaga daya tarik aset domestik, khususnya di tengah kompetisi imbal hasil global yang masih dinamis. Oleh karena itu, bauran kebijakan BI termasuk operasi moneter, instrumen pro-market, dan stabilisasi rupiah akan tetap menjadi instrumen penting untuk mengelola risiko dan menjaga efektivitas pelonggaranmoneter," pungkas Joshua.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |