Cari Kerja Makin Sulit, Profesi Ini Malah Panen Cuan

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat banyak pekerja kehilangan pekerjaan akibat gelombang PHK secara global, profesi influencer justru jadi yang menjanjikan. Dunia digital membuka peluang baru bagi siapa saja untuk tetap cuan di masa sulit.

Profesi yang dulu kerap dianggap sebelah mata ini kini menjelma jadi primadona baru di dunia pemasaran global.

Lonjakan ini terjadi berkat kemampuan mereka memengaruhi perilaku konsumen secara langsung lewat konten yang relatable. Bahkan, banyak dari mereka bukan selebritas, melainkan orang biasa yang viral di media sosial.

Contohnya Ashton Hall, seorang influencer kebugaran yang videonya menjadi viral setelah menunjukkan rutinitas pagi dengan mencelupkan kepala ke dalam air mineral dingin merek Saratoga.

Meski awalnya tidak bekerja sama dengan brand tersebut, aksi Hall langsung mendongkrak pamor Saratoga. CEO Primo Brands, pemilik Saratoga, bahkan menyampaikan terima kasih dalam panggilan pendapatan perusahaan.

Fenomena ini bukan kasus satu-satunya. Sejumlah merek global seperti Coach, Dove, hingga Hellmann's kini menjadikan influencer sebagai ujung tombak pemasaran mereka.

TikTok menjadi ladang utama promosi, tempat tas Coach dengan hiasan ceri atau pretzel mendadak jadi tren Gen Z hingga mendorong lonjakan penjualan.

Menurut data Statista, industri pemasaran influencer global diperkirakan tumbuh 36% tahun ini hingga mencapai US$33 miliar (Rp540 triliun).

Deloitte mencatat, belanja merek terhadap konten kreator naik 49% secara global tahun lalu, dengan seperempat anggaran media sosial dialokasikan khusus untuk para influencer.

"Ekonomi kreator justru melesat saat brand mulai menahan pengeluaran untuk iklan konvensional," kata Kenny Gold dari Deloitte Digital, dikutip dari Taipei Times, Selasa (24/6/2025).

Bahkan, Kate Scott-Dawkins dari WPP menyebut pendapatan iklan dari konten buatan pengguna tahun ini akan melampaui konten profesional, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Unilever pun ikut ke dalam tren ini. CEO Fernando Fernandez mengatakan, perusahaan akan merekrut influencer 20 kali lebih banyak demi strategi pemasaran berbasis media sosial, karena konsumen kini semakin curiga dengan branding korporat. Raksasa produk konsumen itu juga menaikkan porsi anggaran iklan di media sosial hingga 50%.

"Influencer kini bukan sekadar pelengkap, tapi jadi pusat strategi pemasaran," ujar Oliver Lewis, CEO agensi The Fifth yang baru diakuisisi Brave Bison.

Selain lebih hemat daripada memasang iklan TV atau billboard, pendekatan influencer juga dinilai lebih fleksibel. Kampanye bisa diubah cepat, influencer bisa diganti, dan pesan bisa disesuaikan dengan respons audiens.

Namun, strategi ini bukan berarti bebas risiko. Adidas, misalnya, pernah putus hubungan dengan Kanye West akibat kontroversi yang viral di media sosial.

Kini, tren baru mulai muncul, yakni influencer buatan AI. Dengan kelebihan bisa dikendalikan penuh tanpa masalah di kemudian hari. Perusahaan kini mulai melirik AI untuk alasan keamanan merek.

Meski begitu, nilai personal dan keaslian dari influencer manusia masih punya daya tarik kuat.

"Orang lebih percaya orang daripada merek," kata Rahul Titus dari Ogilvy.

Untuk saat ini, pertumbuhan influencer untuk marketing ini masih belum jelas, akan sejauh apa ke depannya.

"Apa yang dulunya dilihat sebagai sesuatu yang terpisah, kini berada di tengah-tengah," kata Lewis.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |